Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Tarif Resmi Sertifikasi K3 Rp275 Ribu Jadi Rp6 Juta, Wamenaker Diduga Terima Aliran Dana Rp3 Miliar

Peran Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer dalam lingkaran pemerasan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 

|
Editor: raka f pujangga
YouTube.com/KPK RI
KPK - Wamenaker Immanuel Ebenezer dalam konferensi pers KPK, Jumat (22/8/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Terungkap peran Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer dalam lingkaran pemerasan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). 

Pegawai dengan sertifikasi K3 di bidang tertentu yang  wajib dimiliki perusahaan menjadi celah pemerasan tersebut.

Tarif sertifikasi K3 yang harusnya hanya Rp 275 ribu, justru ditarik tarif hingga 22 kali lipat lebih tinggi mencapai Rp6 juta.

Baca juga: Jokowi Tanggapi Wamenaker Noel Terjaring OTT KPK: Ikuti Saja Proses Hukumnya

Ketua KPK Setyo Budianto mengungkapkan, tenaga kerja pada bidang tertentu diwajibkan memiliki sertifikasi K3 untuk meningkatkan produktivitas.  

"Namun, ironisnya, KPK mengungkap bahwa meski tarif resmi sertifikasi K3 hanya sebesar Rp275.000, di lapangan para pekerja atau buruh justru harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta," ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (22/8/2025).  

Setyo mengatakan, biaya sertifikasi itu dua kali lipat rata-rata pendapatan atau upah minimum pekerja.  

Pekerja harus mengeluarkan biaya berkali-kali lipat dalam mengurus sertifikasi K3 karena ada tindak pemerasan.  

"Modusnya memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih," ujar Setyo.  

Menurut Setyo, perkara ini menjadi momentum penting untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di sektor ketenagakerjaan.

Ia menegaskan, pelayanan publik seharusnya mudah, cepat, dan murah, bukan justru merugikan pekerja.

“Dengan penanganan perkara ini, kami berharap pelayanan publik benar-benar berpihak pada masyarakat, khususnya pekerja dan buruh, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan ekonomi nasional,” kata Setyo.

Aliran uang hasil pemerasan KPK mencatat selisih pembayaran tersebut mencapai Rp 81 miliar yang kemudian mengalir kepada para tersangka.

Setyo mencontohkan, pada tahun 2019-2024, Irvian menerima Rp 69 miliar melalui perantara yang digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, serta setoran tunai kepada Gerry, Herry, dan pihak-pihak lainnya.

Kemudian, Gerry diduga menerima Rp 3 miliar sepanjang 2020-2025, terdiri dari setoran tunai senilai Rp 2,73 miliar; transfer dari Irvian sebesar 317 juta, dan dua perusahaan di bidang PJK3 dengan total Rp 31,6 juta.

Lalu, Subhan diduga menerima aliran dana sejumlah Rp 3,5 miliar pada kurun waktu 2020-2025 dari sekitar 80 perusahaan di bidang PJK3.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved