Salatiga
Dari Gedung Dewan Jadi Rumah Rakyat, Dance Ishak Palit Ubah Kantor DPRD Salatiga Jadi Ruang Warga
Di Jalan Sukowati nomor 51, Kalicacing, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, berdiri sebuah bangunan yang tampak biasa dari luar.
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Di Jalan Sukowati nomor 51, Kalicacing, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, berdiri sebuah bangunan yang tampak biasa dari luar. Tidak menjulang megah, tidak pula berkilau seperti kantor pemerintahan lain.
Namun begitu melangkah ke dalam, suasananya hangat, hidup, dan bersahabat. Tulisan besar “Rumah Rakyat” terpampang jelas di teras depan. Itulah kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Salatiga, yang kini benar-benar menjadi rumah bagi rakyat, bukan hanya dalam simbol, tetapi dalam praktik nyata.
Di bawah kepemimpinan Dance Ishak Palit, kantor ini berubah wajah. Gedung DPRD kini bukan lagi tempat yang terasa kaku dan eksklusif bagi pejabat.
Sebaliknya, tempat itu menjadi ruang publik yang ramai oleh tawa, diskusi, dan kegiatan warga. “Bagaimana kantor DPRD itu bisa menjadi milik rakyat? Ya dengan cara rakyat bisa beraktivitas di sini. Semua bisa memakai,” ujar Dance, ketika ditemui di kantornya, Rabu (15/10/2025).
Ruang Dewan yang Tak Pernah Sepi
Hampir setiap hari, gedung DPRD Salatiga dipenuhi warga. Di papan informasi yang terpampang di lobi, jadwal kegiatan begitu padat, mulai dari rapat komunitas, diskusi pendidikan, pelatihan UMKM, hingga acara kesenian. “Lihat saja, jadwalnya padat. Semua tempat dipakai masyarakat,” kata Dance.
Ruang paripurna, yang biasanya digunakan untuk sidang resmi para anggota dewan, kini juga sering menjadi tempat pertemuan warga. Ruang Nusantara dan Garuda tak kalah sibuk. Bahkan, ruang rapat bawah dan pendopo depan sering digunakan hingga malam hari.
Terdapat juga mini theater di lantai tiga, lengkap dengan layar besar dan kursi layaknya bioskop kecil. Di sinilah pelajar, komunitas film, hingga seniman lokal kerap menggelar pemutaran karya. “Bebas mau dipakai berkegiatan apa saja. Asal bersurat dulu agar jadwalnya tidak bertabrakan. Semua gratis, tidak ada biaya,” tutur Dance.
Menariknya, bukan hanya ruangan yang disediakan secara cuma-cuma. Dance dan jajaran DPRD juga sering membantu menyiapkan konsumsi bagi para peserta kegiatan. “Sebagian besar kami fasilitasi, makannya, minumnya. Dari pagi sampai malam aktif dipakai,” ujarnya.
Membangun Ruang yang Ramah Anak dan Literasi
Di gedung itu, dihadirkan juga ruang baca dan area bermain anak di lobi utama gedung DPRD. Di sana, Dance telah menempatkan rak-rak buku dan beberapa wahana permainan sederhana.
“Karena ini rumah rakyat, saya ingin siapa pun yang datang bisa merasa nyaman seperti di rumah sendiri,” jelas Dance. Bagi dia, kantor DPRD harus menjadi tempat belajar, bertemu, dan berkegiatan, bukan sekadar gedung formal penuh protokol.
Suasana hangat itu juga terasa lewat berbagai ornamen di dalam gedung. Ukiran kayu khas Jawa menghiasi langit-langit, pintu, dan tembok. Lagu-lagu yang mengalun di ruangan berasal dari karya seniman lokal bertema Salatiga, sebuah penghormatan kecil untuk kota yang disebutnya “kota yang penuh cinta dan toleransi.”
Ruang UMKM di Lorong dan Halaman yang Selalu Hidup
Jika berjalan ke sisi samping gedung DPRD Salatiga, akan tampak deretan lapak-lapak UMKM berjejer rapi. Terdapat meja, kursi, dan stan kecil. Para pelaku UMKM memamerkan produk-produk lokal mereka, meliputi makanan berat, jajanan ringan seperti siomay, hingga minuman segar.
Dance berharap, keberadaan lapak itu bisa menjadi wadah bagi pelaku usaha kecil untuk tumbuh dan dikenal masyarakat luas. “Ini ruang mereka juga. Kantor DPRD harus hidup dan bermanfaat bagi warga,” ujarnya.
Tak jarang, halaman gedung DPRD disulap menjadi arena kegiatan komunitas. Kadang Dance sendiri turun langsung, berbaur dengan warga, berbincang santai sambil menanyakan keresahan atau ide-ide baru dari mereka.
“Rumah dinas saya pun begitu. Pendopo di sana sering dipakai masyarakat untuk kegiatan, senam, pengajian, rapat RT, rapat RW, dan pertemuan komunitas. Semuanya gratis. Saya ingin semua ruang publik terasa milik bersama,” lanjut dia.
Kantor yang Hidup dari Pagi hingga Malam
Siapa pun yang melintas di Jalan Sukowati kini bisa melihat pemandangan yang jarang ditemui di kantor pemerintahan, yakni anak-anak berlarian di halaman, komunitas menyiapkan acara, para pelaku UMKM sibuk melayani pembeli, dan warga berdiskusi di ruang rapat yang pintunya terbuka lebar.
Bagi Dance, semua itu adalah wujud nyata pengabdian. “Kami ingin anggota DPRD benar-benar hadir dan dekat dengan masyarakat, bukan hanya dalam rapat-rapat formal,” tegasnya.
Meski begitu, aktivitas padat itu sedikit berhenti sementara pada November nanti. “Kami akan off sepuluh hari untuk rehabilitasi beberapa ruangan. Setelah itu, kegiatan akan jalan lagi seperti biasa,” ujar Dance.
Dalam banyak tempat, tulisan “Rumah Rakyat” bisa jadi hanya menjadi jargon penghias dinding. Namun di Salatiga, kata-kata itu menjelma jadi kehidupan sehari-hari. Kantor DPRD benar-benar menjadi rumah bersama, tempat di mana pejabat dan rakyat berdiri sejajar, berbagi ruang dan mimpi.
“Bagi saya, pengabdian itu tidak selalu harus lewat kebijakan besar. Kadang cukup dengan membuka pintu dan memberi ruang bagi rakyat untuk merasa memiliki,” pungkas dia. (*)
| Wastra Nusantara Piala Ketua DPRD Kota Salatiga Jadi Panggung Kreativitas Generasi Muda |
|
|---|
| Balap Liar Muncul Lagi di Salatiga, Pemotor Dicegat Pakai Mobil Polisi |
|
|---|
| Kronologi Pasien RSUD Salatiga Melompat Dari Jendela Lantai 4, Sudah Ada Gelagat |
|
|---|
| Polisi di Salatiga dan Kabupaten Semarang Datangi Kerumunan saat Malam Hari |
|
|---|
| Ketua DPRD Salatiga Dance Sebut Hak Interpelasi Adalah Suara Masyarakat |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251102_Ketua-DPRD-Kota-Salatiga-Dance-Ishak-Palit.jpg)