Pelantikan Gubernur Jateng

Ganjar: Tak ada Tempat bagi yang Lambat

Editor: agung yulianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SUMPAH - Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi (kanan) membacakan naskah sumpah jabatan saat proses pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo (berbaju putih kiri) - Heru Sudhatmoko, di Gedung DPRD Jateng, Semarang, Jumat (23/8/2013).

Langkah pertama yang akan saya ambil melakukan pemetaan atas kondisi existing para pejabat kita sekarang. Langkah itu untuk mengetahui tepat tidaknya mereka yang saat ini menjabat dengan kemampuan, keterampilan, serta kompetensinya.

Sesudah itu, saya akan melakukan re-assesment atau evaluasi ulang, yang dimulai dari para birokrat yang saat ini tengah menjabat. Upaya itu dilakukan untuk mengetahui knowledge, skill, dan attitude. Pengetahuan, keterampilan, dan juga kebiasaan.

Mereka yang sudah tepat pada posisinya, sesuai kemampuan dan kompetensinya, bisa saja dipertahankan. Yang belum, bisa dilakukan upaya peningkatan kapasitas mereka.

Untuk pengisian posisi-posisi yang memang diperlukan, bisa melalui langkah talent scouting. Saya akan meminta bantuan profesional untuk mencari dan menyeleksi bakat-bakat terbaik. Sesudah diseleksi, pada tahap akhir tentu menjadi hak end user-nya, yaitu gubernur. Setelah proses seleksi yang berlangsung dengan pertimbangan-pertimbangan objektif, pada tahap akhir saya bisa memilih dengan pertimbangan subjektivitas saya.

Saya yakin saya bisa independen untuk melakukan ini karena tidak memiliki kedekatan khusus terhadap birokrat di Jawa Tengah.

Selain dari sisi SDM, bagaimana implementasi reformasi birokrasi dalam kelembagaan Pemprov?
Dari sisi kelembagaan dari reformasi birokrasi ini menjadi responsif terhadap masyarakat. Semuanya, kembali untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Secara teknis ini saya ingin semuanya nanti akan berbasis IT (information technology).
Tidak perlu jauh-jauh harus rapat dengan kabupaten/kota yang lokasinya berada jauh di Semarang. Misalnya, bupati Cilacap tak perlu datang ke Semarang, cukup mengikuti rapat dari kantornya. Cukup lewat teleconference atau video call.

Saya akan membuka rapat, lalu saya tanya, persoalan yang muncul di tiap-tiap daerah. Lantas para bupati/wali kota bisa menyampaikan persoalannya. Kalau perlu penyelesaian cepat.

"Sekarang Sampean atasi dulu, misalnya perlu dana pakai dana Pemkab/Pemkot dulu, karena persoalan harus diatasi secepat mungkin. Nanti saya akan meluncur atau kirim tim untuk membantu penyelesaiannya." Begitu kan enak?

Kalau memang diperlukan, saya tidak akan segan sowan kepada para bupati atau wali kota. Saya yang akan datang. Tidak apa-apa to, kalau Gubernur yang sowan bupati.

Nah, sambil menyelam minum air, saya ingin setiap berkunjung ke daerah-daerah bisa sekaligus mendatangi sekolah. Saya ingin membuat Gubernur Mengajar, datang ke sekolah, masuk kelas, bertemu dengan para siswa untuk berbagi pengetahuan atau pengalaman.

Bagaimana bisa mewujudkan birokrasi yang berbasis IT itu?
Langkah yang sederhana, tapi saya kira penting, adalah membiasakan para pejabat untuk akrab dengan teknologi informasi. Masak saya dengar ada pejabat yang tidak punya email. Saya minta mereka semua punya email.

Nanti, saya akan minta bupati/wali kota untuk mengirimkan laporan cepat lewat emai. Kalau perlu setiap hari harus mengirim email kepada saya, meskipun mungkin hanya berisi, "Apa kabar, Pak?"

Situs resmi Pempprovinsi, juga bisa dimanfaatkan semua birokrat, sehingga mereka diharuskan memiliki ID pemprov, agar memudahkan komunikasi. Misalnya, ganjarpranowo@jatengprov.go.id. Jadi kalau terima email itu, orang jadi ngeh, "O, ini Ganjar yang gubernur Jateng, bukan yang lain."

Tentang Agenda 18 yang sering Anda sampaikan, bagaimana penjabarannya?
Semua rencananya dalam membangun Jawa Tengah yang lebih baik, tertuang dalam agenda 18. Ada frame ideologis, platform partai yang diimplentasikan ke dalam agenda itu. Sudah ada guidance, yang sebenarnya harus dipahami para kepala daerah dari PDIP.

Halaman
123

Berita Terkini