"Saya tidak ingat berapa kali saya melihat matahari terbit di stasiun kereta api," ucap Luyao sambil menangis.
Selama menjalani kemoterapi, Luyao terpaksa harus meninggalkan sekolahnya selama dua tahun.
Tak seperti anak lainnya, Luyao sering meminjam buku untuk mengejar ketertinggalan pelajaran.
Ia bahkan terlihat bersemangat untuk belajar dan menjalani hidupnya yang sulit.
Luyao kemudian meminta kepada kakek dan neneknya untuk bersekolah kembali setelah kondisinya membaik.
Guru-guru di sekolah terkejut dan simpatik dengan apa yang dilakukan Luyao.
Dokter yang merawat Luyao mengatakan bahwa perawatan akan terus berlangsung hingga dua tahun, bahkan ada kemungkinan untuk melakukan tranplantasi sumsum tulang. (*)