Laporan Wartawan Tribun Jateng, Sigit Widya
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Mujiburrahman, mahasiswa Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) Semarang angkatan 2013, mengaku panik seketika mendengar kabar telah terjadi gempa dahsyat berkekuatan 6,5 Skala Richter (SR) yang mengguncang Pidie Jaya, Aceh, Rabu (7/12/2016), pukul 05.03 WIB. Ia sangat khawatir terhadap kondisi keluarganya yang selama ini tinggal di Meureudu, Pidie Jaya.
"Saat kejadian, saya sedang berada di Banda Aceh. Mendengar informasi tentang peristiwa tersebut, saya bergegas menuju Meureudu. Alhamdulillah, setiba di kampung halaman, keluarga saya dalam kondisi sehat meski sedikit mengalami syok," terangnya kala berbincang dengan Tribun Jateng via telepon, Rabu siang.
Menurut Mujiburrahman, hingga Rabu pukul 14.00, situasi di Pidie Jaya, khususnya Meureudu, masih mencekam.
Ratusan rumah dan toko ambruk tak berbentuk. Suara isak tangis terdengar di sana-sini. Sejumlah warga bersama petugas tampak melakukan evakuasi korban yang tertimpa reruntuhan bangunan.
"Tiang-tiang roboh. Aliran listrik mati total. Korban luka dibopong untuk dibawa ke rumah sakit terdekat. Warga di Meureudu semakin kalut karena hujan turun sejak 10 menit lalu. Mereka tak tahu harus berteduh di mana," imbuhnya.
Mahyuddin, kakak sepupu Mujiburrahman, menyambung, sejak Rabu, pukul 14.00, rumah sakit di Meureudu sudah tak cukup menampung para korban gempa.
Petugas pun melarikan sebagian pasien ke rumah sakit di Kabupaten Pidie, yang berjarak sekitar 90 kilometer dari Meureudu.
"Tapi, kendaraan untuk membawa korban dari Meureudu ke rumah sakit di Kabupaten Pidie mengalami kendala. Pasalnya, jalan mengalami retak. Bahkan, ada aspal yang ambles sehingga sulit untuk dilewati roda empat," pungkasnya. (*)