TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Tawa Fahrul Khusaini memecah suasana ruang kelas di Sekolah Luar Biasa (SLB) Purwosari, Kudus.
Bocah yang masih duduk di bangku kelas VI SD itu terlihat riang bermain ular tangga dengan teman sekelasnya.
Fahrul tampak bergantian menggulirkan dadu bersama tiga teman lain, yaitu Keisya Andriani, Ajib, dan Ahmad Yardan Nabila.
Mereka duduk saling berhadapan. Di depan mereka terdapat papan ukuran 30X40 sentimeter, serta dua dadu yang dilengkapi dengan kerincingan menunggu untuk diputar.
“Asyik, ini permainan baru,” kata Fahrul, di sela bermain ular tangga.
Baca: Duh, 56 Desa di Demak Kekurangan Air Bersih, Apa Tindakan BPBD?
Satu persatu bergantian memutar dadu. Senyum merekah sesekali keluar dari bibir Keisya.
“Baru pertama kali bermain ular tangga. Asyik permainannya,” kata dia.
Yah, bocah-bocah itu adalah para penyandang tuna netra.
Meski cara bermainnya sama, media ular tangga yang mereka mainkan tidak seperti yang biasa dimainkan pada umumnya.
Ular tangga yang mereka mainkan merupakan ular tangga yang dirancang khusus bagi penyandang tuna netra.
Baca: Berita Lengkap Pertandingan Indonesia Lawan Thailand, Hasil 1-1 Dianggap Mirip Spanyol Muda
Pada papan media permainan itu terdapat 40 kolom, dengan masing-masing kolom terdapat manik-manik yang menggambarkan angka braile.
Begitu juga dengan dadu yang dipakai untuk bermain juga dilengkapi dengan angka braile pada enam sisinya.
Ide brilian untuk membuat ular tangga tuna netra itu terlahir dari dua dua bocah bernama Hanun Dzatirrajwa (9) dan Izza Aulia Putri Purwanto (11).
Atas ide tersebut, kedua bocah penggagas ular tangga bagi penyandang tuna netra itu menyabet medali perak pada even bergengsi internasional, yaitu International Exhibition for Young Inventors di Nagoya, Jepang pada 26-29 Juli 2017.