INOVATIF, Dua Ilmuwan Cilik Indonesia Ciptakan Mainan Ular Tangga untuk Tuna Netra

Penulis: Rifqi Gozali
Editor: bakti buwono budiasto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Izza Aulia Putri Purwanto (kiri) dan Hanun Dzatirrajwa saat menunjukkan papan ular tangga bagi tuna netra di SLB Purwosari, Kudus, Selasa (15/8/2017).

Baca: Kemenkumham Akui Ada Petugas Lapas ‎Menyimpang, Tapi . . .

Sebelum menyabet penghargaan internasional, atas idenya itu keduanya juga mendapat juara favorit nasional pada gelaran National Young Inventors Award.

Prestasi itulah yang kemudian direkomendasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk ikut andil di even yang diselenggarakan di Nagoya, Jepang.

Di gelaran internasional itu, dua bocah itu tidak hanya menyabet perak, tetapi juga memeroleh penghargaan dari Technopol Moscow, Rusia.

Izza membeberkan, ide awal dari permainan itu karena masih terbatasnya media bermain bagi penyandang tuna netra.

“Alat permainan bagi tuna netra masih sangat terbatas, itu yang mendasari saya dan Hanun untuk membuat permainan bagi tuna netra,” ujar siswi Kelas VI SDIT Al Islam Kudus.

Tidak perlu waktu lama bagi Hanun dan Izza, mereka hanya butuh sekitar seminggu untuk eksperimen membuat alat pemainan yang tak pernah orang lain fikirkan.

“Hanya seminggu memelajarinya, karena kami harus tahu angka braile, selain itu juga harus memikirkan media untuk naik dan turunnya ular tangga,” jelas Hanun.

Dengan dibantu kecanggihan teknologi, bocah yang masih duduk di bangku kelas V SD Bina Amal Semarang itu merancang papan yang lengkap dengan manik-manik sebagai angka braile.

“Untuk tahu angka braile, saya dan Izza belajar dari internet,” tutur Hanun sembari tersenyum.

Miftahul Falah, ayah dari Hanun menuturkan, kedua bocah itu sekolah di lembaga yang berbeda. Keduanya juga tinggal di tempat yang berjauhan.

“Hanun tinggal di Semarang dan Izza tinggal di Kudus, tapi memang masih saudara, jadi sering ketemu,” jelasya.

Tidak hanya sekedar saudara, kedua bocah dengan ide cemerlang itu juga tergabung dalam komunitas ilmuwan cilik.

Di dalam komunitas tersebut, ada pertemuan setiap dua minggu sekali, sembari membahas target proyek tentang hal-hal baru yang keluar dari ide mereka.

“Setiap dua minggu pasti bertemu semua anggota komunitas untuk menggarap dan mendiskusikan masing-masing target proyek anak-anak. Kebetulan Izza dan Hanun membuat target proyek edukasi dan pertanian, yang berhasil yang edukasi, hasilnya ular tangga tuna netra,” papar Falah.

Meski biaya untuk ke Jepang harus merogoh kocek sendiri, Falah mengaku puas atas pencapaian kedua bocah itu karena telah mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.

“Kami hanya mendapat biaya penginapan saja. Selain itu kami biaya sendiri,” ucapnya. (tribunjateng/cetak/Rifqi Gozali)

Berita Terkini