TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng, Budi Praba menjelaskan, sulit untuk bisa melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap profesi sales promotion girl (SPG) yang sifatnya mitra kerja atau freelance.
Menurut dia, hal itu karena SPG freelance tidak memiliki hubungan kerja atau kontrak yang jelas dengan perusahaan apa ia bekerja.
Sehingga, sulit bagi dinas terkait meminta tanggung jawab kepada perusahaan pemberi kerja apabila hak mereka tidak diberikan sebagaimana mestinya.
Kondisi itu berbeda dengan SPG pada umumnya yang memiliki ikatan kerja, termasuk adanya jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan.
Hal itu membuat SPG event lemah secara hukum dan rawan diperlakukan tidak adil. Apalagi, jika mereka tidak memiliki kontrak kerja yang bisa dijadikan sebagai bukti hukum.
"SPG juga merupakan pekerja yang terlibat dalam hubungan kerja. Ada upah, perintah, dan pekerjaan, sehingga menjadi ruang lingkup pengawasan ketenagakerjaan untuk melakukan pembinaan, kecuali kalau hubungannya merupakan mitra kerja seperti event-event tertentu yang membutuhkan SPG," katanya, kepada Tribun Jateng, kemarin.
Budi menuturkan, sejauh ini Disnakertrans Jateng juga tidak pernah mengetahui adanya agency sales yang menaungi SPG. Keberadaannya diperkirakan dilakukan secara perorangan, dan tidak dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan.
Meski demikian, Budi menyatakan, pihaknya akan tetap membantu jika ada pengaduan dari pekerja apabila haknya tidak dipenuhi. Asalkan yang bersangkutan memiliki bukti berupa perjanjian kerja, termasuk isi hak serta kewajiban.
Adapun, Kriminolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Budi Wicaksono menilai, sales promotion girl (SPG) merupakan profesi yang rentan dan lemah secara hukum.
"Kebanyakan SPG bekerja dengan sistem part time atau paruh waktu, dan tidak ada ikatan kontrak kerja, sehingga tanggung jawab perusahaan terhadap seorang SPG menjadi lemah," ujarnya.
Menurut dia, seorang SPG dituntut berpenampilan menarik, di mana hal ini bisa memunculkan victime precipitation, atau sesuatu yang ada pada seseorang yang bisa menimbulkan kejahatan.
Victime precipitation ini tidak selalu berbentuk barang seperti perhiasan yang menarik perhatian orang lain supaya melakukan aksi kejahatan seperti perampasan.
Namun, dia menambahkan, penampilan SPG dengan kekhasannya berpakaian seksi juga bisa menimbulkan aksi kejahatan seperti pemerkosaan yang bisa berujung pembunuhan.
Ditambah lagi profesi SPG mempunyai peluang besar untuk nyambi menjadi pekerja seksual. Tuntutan tampil menarik dengan upah sebagai SPG yang tidak seberapa membuat mereka terkadang mencari jalan pintas tersebut.
Kondisi semakin diperkuat dengan tugas utama mereka yang harus berkomunikasi dengan pembeli. Apalagi jika brand yang dibawanya tergolong segmen menengah ke atas yang sudah tentu konsumennya juga orang-orang berduit.