Oleh Hajar Budi,S.Pi
Guru SMKN 1 Giritontro
TRIBUNJATENG.COM -- Slogan SMK Bisa, hebat dalam segala hal termasuk menghasilkan lulusan yang kompeten yang kompetetif dalam persaingan global dan dunia kerja, bahkan mencetak wirausahawan muda, adalah sebuah kalimat yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dicapai. Tetapi kata sulit belum tentu tidak bisa, bahkan sangat mungkin dicapai jika direncanakan secara matang dan direalisasikan dengan penuh dedikasi dan loyalitas demi mewujudkan generasi penerus yang tangguh dan ulet.
SMK “Bisa” berarti sekolah yang memiliki kelebihan, kebaikan, keutamaan jika dibandingkan dengan yang lain. Maka, dalam konteks ini SMK “Bisa” mengandung makna sekolah model yang dapat dirujuk sebagai contoh bagi kebanyakan sekolah lain karena kelebihan, kebaikan, dan keutamaan serta kualitas yang dimilikinya baik secara akademik maupun non akademik.
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan dalam hal ini Dirjen Pembinaan SMK telah menetapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh SMK. Kriteria yang pertama Penyaringan siswa masuk (input), yaitu siswa diseleksi dengan menggunakan kriteria dan standar prosedur tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria itu mencakup prestasi belajar dengan indikator angka rapor dan nilai UN, serta hasil tes prestasi akademik, skor psikotes yang meliputi intelgensi dan kreativitas.
Kedua Sarana dan prasarana yang menunjang memenuhi kebutuhan belajar dan praktik siswa untuk menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler. Ketiga Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi unggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkungan fisik maupun social-psikologis.
Keempat Guru dan tenaga kependidikan yang menangani harus kompeten baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas. Kelima Kurikulum dipercaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar anak didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi.
Keenam Kurun waktu belajar lebih lama sehingga alokasi waktu untuk pengembangan ketrampilan dalam kerangka kecakapan ketrampilan termasuk di dalamnya kompetensi kerja produktif dan praktik kewirausahaan. Ketujuh Proses belajar mengajar harus berkulitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat sebagai pengguna. Kedelapan SMK “Bisa” tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah, tetapi harus memiliki resonansi sosial kepada lingkungan sekitarnya.
Dalam kaitannya dengan produk yang dihasilkan diharapkan berbasis pada kebutuhan dan permintaan pasar/masyarakat sekitar sehingga produk yang dihasilkan akan diterima dan dapat berkembang semakin baik yang berimplikasi pada pengembangan diri siswa. Kesembilan perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum lokal dan pembinaan kreatifitas serta disiplin.
Selain kesembilan kriteria tersebut yang menjadi acuan, maka SMK “Bisa” yang benar-benar hebat juga harus mempunyai nilai lebih yang ditunjukkan dalam integrasi kecerdasan inteletual, emosional, dan spiritual, serta bagaimana membangun paradigma pembelajaran hebat, pembelajaran berbasis kewirausahaan sebagai dasar mencetak wirausahawan, menjadikan Unit Produksi Jasa (UPJ) sebagai perusahaan sekolah, dan membangun secara kuat jaringan mitra industi yang handal. Membangun kemitraan dengan dunia usaha/industri diperlukan beberapa strategi, di antaranya membuat mekanisme pembelajaran di SMK mirip dengan dunia usaha/industry senyatanya, mempromosikan kerja sama sekolah dengan dunia usaha/industri dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kejuruan, mendorong dunia usaha/indsutri agar SMK terlibat dalam pelatihan bagi calon tenaga kerja dan teknisi di dunia usaha/industri.
Untuk mewujudkan SMK “Bisa” diperlukan kerja sama dari berbagai pihak secara utuh. Harapanya SMK “Bisa” melahirkan anak didik yang menampilkan citra sebagai sosok siswa yang di dalam dirinya terdapat potensi rasional (nalar), potensi (emosi) dan potensi spiritual.
Lembaga pendidikan yang terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak atau IQ saja, mengabaikan kecerdasan emosi yang mengajarkan: integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi menjadikan pendidikan kehilangan ruhnya.
Aspek emosional sebagai salah satu unsur yang menandai ke-diri-an manusia tidak bisa diabaikan, karena berperan dalam membentuk karakter kepribadian manusia, terutama ketika ia menghadapi berbagai kerumitan dan keruwetan kenyataan hidup. Aspek tersebut, dalam perspektif pendidikan ideal belum cukup untuk menggambarkan kebutuhan sosok manusia. Sebab dalam diri manusia terdapat satu asek penting yaitu kecerdasaan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang digunakan untuk membuat kebaikan, kebenaran,keindahan, dan kasih sayang dalam hidup manusia, kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Dengan mengintegrasikan intelegensi,emosi dan spiritual, sekolah telah mengakomodasi sisi kemanusiaan anak didik secara komprehensif, tidak hanya berkutat pada persoalan nilai UN atau pengetahuan kognitif saja, melainkan menekankan semua segi kehidupan manusia seperti moralitas, sosialitas, rasa dan rasionalitas.
Kriteria kehebatan sekolah dari sisi kognitif saja, tidak hanya mereduksi keluasan makna dan fungsi pendidikan, tetapi juga sekolah akan menjadi ajang pemaksaan budaya dominan, yaitu prestise dan popularitas sesaat sehingga siswanya tidak lagi dipandang sebagai makluk sosial yang berpengetahuan, tetapi sebagai makhluk semi mati yang bisa direkayasa untuk kepentingan-kepentingan pragmatis.
Pendidikan yang hebat idealnya berkepentingan untuk menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi multidimensi, tidak untuk menjadikan manusia sebagai makhluk tuna dimensi. Dengan demikian output pendidikan mampu hidup serasi bukan hanya dengan habitat ekologinya (lingkungan keluarga, manusia dengan anggota masyarakat, manusia dengan alam) tetapi juga manusia dengan Tuhan.
Konsep “bisa” bagi SMK bukanlah hal yang sulit direalisasikan jika segenap komponen penyelenggara pendidikan bekerja secara serius memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas dan mendapat dukungan dari masyarakat serta dunia usaha/industri sehingga ke depan SMK bukan lagi sekolah pilihan kedua tetapi sekolah utama dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, kompeten dan kompetitif serta mampu mengatasi tantangan jaman yang selalu berubah.
Tantangan globalisasi dan cap negatif sebagai sekolah “pinggiran” dari masyarakat awam, SMK harus bisa membuktikan bahwa SMK “Bisa” menghasilkan lulusan paripurna yang berkualitas dan kompetitif dalam dunia kerja serta dapat terserap secara signifikan sehingga tidak ada lagi berita bahwa SMK hanya “Sekolah Mencetak Kuli”. SMK hebat bukan hanya menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap kerja tetapi juga wirausahawan yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain sehingga harapan melalui SMK dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.
Dengan demikian siswa SMK diharapkan mampu menghasilkan proyek yang berupa produk atau jasa sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipelajari. Unit poduksi yang merupakan elemen penting SMK yang menjadi ciri khusus dan membedakan dengan pendidikan menengah lainnya mempunyai peran yang strategis dalam memperkenalkan dan memasarkan produk SMK. Terbukti “Esemka” (merek mobil) merupakan salah satu contoh produk/karya nyata siswa SMK dibanggakan dan diunggulkan pemerintah.*SMK Bisa! Hebat (*)