Moeldoko Pastikan Tidak Ada Peluru Tajam di Pengamanan pada 22 Mei

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Staf Keperesidenan (KSP) Moeldoko di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/2/2019).

Imbauan perlu dibuat lantaran ada kelompok yang memanfaatkan aksi unjuk rasa tersebut untuk mengganggu ketertiban dan keamanan negara.

"Situasi itu mengundang pihak-pihak tertentu yang sering kita dengar."

"Ada kelompok teroris dan kelompok lain yang kepingin memanfaatkan situasi," ujar Moeldoko saat dijumpai di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin siang.

Indikasi mengarah ke situasi chaos, lanjut Moeldoko, sudah cukup kuat.

Baru-baru ini, Polri menangkap sejumlah terduga teroris.

Dari mereka, Polri mendapatkan banyak informasi mengenai pemanfaatan aksi 22 Mei 2019.

Pertama, mereka menyiapkan senjata api, lengkap dengan peluru tajam serta peredamnya.

Polri pun menduga, perlengkapan itu akan diarahkan ke kerumunan massa sehingga seolah-olah peluru itu datang dari TNI-Polri yang berjaga.

Kedua, kelompok teror juga sudah mempersiapkan martir yang akan dikorbankan pada aksi unjuk rasa itu.

"Sehingga nanti akan menjadi titik awal mereka melakukan anarkis," lanjut mantan Panglima TNI tersebut.

Dengan skenario demikian, maka tentu opini yang akan terbangun adalah pemerintah menggunakan TNI-Polri untuk sewenang-wenang dengan masyarakat.

Ini cara untuk membangkitkan simpati publik dan membuat ketidakpercayaan ke pemerintah.

Oleh sebab itu, Moeldoko pun menganjurkan kepada peserta aksi unjuk rasa yang akan memprotes hasil penetapan Pemilu 2019 oleh KPU lebih baik menempuh jalur hukum terkait aspirasinya tersebut. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul TNI-Polri Tak Gunakan Amunisi Tajam saat Amankan Ibu Kota pada 22 Mei

Berita Terkini