TRIBUNJATENG.COM- Mahfud MD bereaksi tak terduga saat Kuasa Hukum Kivlan Zen sebut kliennya cinta Indonesia.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara iNews Sore, Jumat (31/5/2019) melalui sambungan teleconference.
Dalam acara tersebut, Mahfud MD diminta untuk menanggapi aksi kerusuhan dengan konteks pilpres dan soal Kivlan Zen.
Menurut Mahfud MD, Kivlan Zen hanya menyampaikan aspirasinya agar pilpres bersih menurut pandangannya.
Sehingga menurutnya, aspirasi yang digaungkan Kivlan Zen tidak ada masalah dan sah-sah saja.
"Ya kan situasinya memang sedang pilpres jadi konteksnya memang ada, saya kira Pak Kivlan ini bergabung dalam satu gerakan untuk menyatakan aspirasi menuju pilpres yang bersih menurut pandangan mereka, itu aspirasi,
Dan itu sah-sah saja kan semua boleh menyampaikan aspirasi," ujarnya.
Mahfud MD lantas menegaskan bahwa yang menentukan pemenang Pilpres 2019 adalah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Toh nanti akan berujung di Mahkamah konstitusi," ujar Mahfud MD.
Terkait kasus Kivlan Zen yang lain, Mahfud MD mengatakan bahwa hanya polisi yang tahu duduk perkaranya dan saat ini tengah diproses.
"Soal ada tindakan lain yang wujudnya pidana, hanya polisi yang tahu, kita tunggu saja apa yang akan dilakukan polisi dalam proses ini, polisi kan mengatakan akan segera diungkap ke pengadilan sehingga masyarakat tahu seluk beluknya," ujarnya.
Pernyataan Mahfud MD itu lantas ditanggapi oleh pengacara Kivlan Zen, Pitra Romadoni.
Menurut Pitra Romadoni Kivlan Zen belum tentu bersalah meski menurut polisi sudah memiliki beberapa bukti.
Ia lantas tak sepakat dengan Mahfud MD.
"Ya itu nanti diputuskan di pengadilan, apakah Kivlan Zen ini bersalah atau tidak, Prof Mahfud MD saya kira cerdaslah, jangan apa-apa kita limpahkan ke polisian, tidak belum tentu itu, yang menetapkan cuma hakim pengadilan, tegas saya mengatakan sebagai kuasa hukumnya di sini" ujarnya.
Mahfud MD tampak tersenyum menanggapi Pitra Romadoni yang mengebu-gebu membela Kivlan Zen.
Mahfud MD lantas mengatakan bahwa dirinya tidak mengatakan Kivlan Zen bersalah.
"Ya kan memang tidak ada yang mengatakan Kivlan Zen bersalah dari tadi," ujar Mahfud MD.
"Saya bilang pak Kivlan Zen punya hak, saya nggak bilang Pak Kivlan Zen bersalah," ujar Mahfud MD sambil tertawa.
Pitra Romadoni lantas mengatakan bahwa Kivlan Zen bukan pelaku kiriminal.
'Kivlan Zen menangis kepada saya, karena dia merasa bukan pelaku kriminal seperti yang dituduhkan saat ini, bahkan dia menangis di depan saya, karena begitu cinta dengan bangsa Indonesia ini, bahkan saya mengaku rela berkorban demi bangsa ini, tapi mengapa saya dikriminalisasikan," ujar Pitra Romadoni menirukan ucapan KIvlan Zen.
Pitra Romadoni lantas meminta kepada presiden Jokowi, kapolri, dan panglima untuk menghargai jasa Kivlan Zen.
Mendengar pernyataan itu Mahfud MD tersenyum.
"Protesnya jangan ke saya, polisi yang menetapkan, jangan ke saya, polisi," ujar Mahfud MD.
Diketahui, Mayjen (Purn) Kivlan Zen, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat digelandang ke Rumah Tahanan (Rutan) Guntur untuk jalani masa tahanannya pada Kamis (30/5/2019).
Kamis kemarin Pukul 20.08 Kivlan keluar dari gedung Gedung Direktorat Kriminal Umum Mapolda Metro Jaya menuju Rutan Guntir setelah menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 28 jam sejak Rabu (29/5/2019).
Terlihat Kivlan dikawal delapan anggota kepolisian.
Mengutip Kompas.com, Jumat (31/5/2019) saat keluar dari gedung Mapolda menuju mobil yang hendak membawanya, nampak Kivlan menunduk.
Namun Kivlan yang mengenakan kemeja abu-abu tampak tak diborgol.
Tak terucap satu kata pun dari Kivlan kepada awak media.
Kivlan kemudian langsung dibawa masuk ke mobil untuk segera diberangkatkan langsung ke rutan Guntur.
Lima unit mobil polisi mengawal Kivlan ke sana.
Sebelumnya, pengacara Kivlan, Suta Widhya, menyebut kliennya akan ditahan di Rutan Guntur selama 20 hari ke depan terkait status Kivlan sebagai tersangka kasus kepemilikkan senjata api ilegal.
Kasus dugaan kepemilikan senjata api yang menjerat Kivlan berkaitan dengan penetapan enam tersangka yang menunggangi aksi unjuk rasa menolak hasil Pilpres 2019, di Jakarta, pada 21-22 Mei 2019.
Enam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF.
Armi yang merupakan sopir paruh waktu Kivlan adalah salah seorang tersangka tersebut.
Kuasa hukum Kivlan Zen, Djuju Purwanto mengatakan bahwa kliennya mengetahui empat dari enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuh bayaran tersebut.
"Pak Kivlan tahu (empat orang tersangka), maksudnya tahu tapi tidak kenal," kata Djuju Purwantoro.
Dari keenam tersangka tersebut, kepolisian menyita empat senjata api ilegal dan dua senpi di antaranya rakitan.
Sebelumnya, Djuju mengatakan ada salah satu tersangka yang menunggangi aksi kerusuhan 21 dan 22 Mei ternyata pernah menjadi sopir paruh waktu Kivlan.
Djuju menyebutkan tersangka bernama Armi.
Armi dikatakan pernah menjadi sopir Kivlan selama tiga bulan.
"Dalam hal ini ada seseorang yang bernama Armi yang ikut bekerja paruh waktu bersama Pak Kivlan. Dia salah satu tersangka pemilik senjata api secara tidak sah," ujar Djuju, di Polda Metro Jaya, Kamis (30/5/2019)
Kivlan Zen tersangka makar
Penyidik Mabes Polri menetapkan status tersangka terhadap mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin (27/5/2019) malam.
"Sudah tersangka," kata Brigjen Dedi.
Kivlan sebelumnya telah diperiksa polisi sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Kuasa hukum Kivlan, Pitra Ramdhoni mengatakan, kliennya sudah mengklarifikasi kepada penyidik tidak ada niatan Kivlan untuk makar dalam unjuk rasa pada 9 Mei 2019.
Pitra pun menyebut laporan polisi yang menuding Kivlan hendak melakukan makar sebagai fitnah.
"Kami merasa difitnah dengan laporan polisi tersebut dan telah kami klarifikasi, kami tidak ada upaya untuk menggulingkan pemerintah seperti dalam pasal makar."
"Kami hanya protes, berunjuk rasa terhadap kecolongan-kecolongan (dalam pemilu)."
"Dan itu (unjuk rasa) hanya dilakukan di Bawaslu dan KPU," kata Pitra.
Sebelumnya, Kivlan dilaporkan oleh seseorang bernama Jalaludin asal Serang, Banten dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim.
Perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15 terhadap keamanan negara/makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 juncto Pasal 87 dan/atau Pasal 163 bis juncto Pasal 107. (*)
• Warung Bu Anny Slawi Ditutup Sementara, Ini Alasan Pemkab Tegal yang Temui Pemiliknya di Kontrakan
• Cerita Penggali Kubur Ani Yudhoyono di TMP Kalibata, Tanahnya Empuk Banget
• Lucinta Luna Bagikan Momen Lamaran dengan Pacar Baru, Netizen: Muhrim Berarti Kan?
• Inilah Permintaan SBY Sebelum Jenazah Ani Yudhoyono Dimakamkan