Kisah di balik bisnis ciu bekonang Sukoharjo yang konon bikin klenger, dari jatah preman hingga izin legalitas produksi etanol
TRIBUNJATENG.COM, SUKOHARJO – Suasana di Desa Bekonang, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, terlihat tenang.
Jumat (23/8/2019) siang, kami menyusuri gang-gang di sana, melewati rumah-rumah yang bersanding dengan sawah.
Drum-drum dan botolan plastik berjejer hampir di muka tiap rumah.
Masing-masing penuh dengan cairan coklat pekat dan mengeluarkan bau menyerupai gula menusuk hidung.
Selama fermentasi berlangsung, letupan-letupan kecil muncul di permukaan cairan.
Suasana pabrik rumahan ini terkesan kumuh.
Cairan fermentasi ini kemudian disuling dalam drum-drum besi dan pipa.
Hasil penyulingan pertama yang menjadi ciu menghasilkan cairan dengan kadar alkohol 25-35 persen, yang kemudian diulang dua kali lagi hingga mencapai tahap alkohol murni 90 persen dan siap edar.
Sekumpulan bocah sedang bermain di pinggir desa.
Ketika ditanya rumah mana yang menjual ciu, salah satu dari mereka pun bergegas mengantarkan ke lokasi.
Tribun Jateng pun dapat dengan mudah bertemu dengan Udin (nama disamarkan) salah satu penjual ciu di desa tersebut.
“Nyari Ciu apa? Yang murni atau jambu klutuk?” tanya Udin mengawali perbincangan.
Dijelaskannya bahwa di desanya ada yang memproduksi Ciu Bekonang model terbaru demi menggaet pelanggan milenial, yaitu dengan campuran fermentasi buah-buahan.
Pilihannya pun macam-macam antara lain rasa apel, leci, nanas, melon, maupun anggur.
Campuran ini didapat dengan menambahkan rajangan buah-buahan tersebut di drum ciu dan direndam selama 3-5 hari.
Selain berubah warna, rasanya pun sedikit tak seperti ciu biasa.
“Kalau ciu murni kadar alkoholnya 30 persen, tapi kalau ciu buah ini tidak sampai 10 persen, jadi tidak begitu keras saat diminum,” imbuhnya.
Udin mengaku bahwa ciu buah-buahan lebih banyak dipilih konsumen dibanding ciu bekonang murni.
Khususnya rasa jambu klutuk yang kini menjadi primadona.
Jika ciu murni dibanderol dengan harga Rp 15-20 ribu per liter, ciu rasa-rasa ini dihargai Rp 25 ribu per liter, sama seperti alkohol medis.
Udin mengaku baru dua bulan bekerja membantu saudaranya menjual miras.
Pemasaran di tempatnya masih skala kecil tak lebih dari 100 botol perhari.
Berbeda dibanding tetangganya yang ada menjual ribuan botol dengan omzet Rp 20 juta perhari.
Sejauh ini pemasaran paling banyak dengan datang langsung ke rumah.
Sedangkan untuk penjualan ke luar kota hanya dilakukan jika ada konsumen yang membeli dalam jumlah banyak.
“Kalau kirim ke luar kota amannya pakai Kereta Api kalau pengiriman logistic JNE rawan dan mudah rusak,” imbuhnya.
Ia tak terlalu ambil pusing dengan petugas.
Keyakinan keamanan tersebut tidak terlepas karena perajin Ciu Bekonang di desanya mendapat backingan dari oknum aparat.
Warga desa rutin memberi 'upeti' setiap bulan.
Jumlah setoran yang diberikan oleh masing-masing tempat usaha berkisar Rp 200 ribu per bulan.
Menurutnya petugas tidak mau jika diberikan ciu bekonang sebagai upeti, karena mungkin sudah bosan.
Meski setiap bulan harus setor atau memberikan atensi kepada petugas sebanyak Rp 200 ribu menurutnya tidak menjadi soal karena pendapatan yang didapat lebih dari itu.
Biasanya Udin menyisihkan atau menabung uang Rp 3.000-10.000 setiap hari agar tidak menjadi beban ketika harus mengeluarkan uang “jatah preman”.
Menurutnya saat ini permintaan Ciu Bekonang semakin meningkat.
Terlebih semenjak kemunculan video pemuda mabuk "klenger" yang tengah viral.
Banyak konsumen yang penasaran dengan cita rasa ciu dari Desa Bekonang yang telah terkenal kenikmatannya.
Saat ini ia memasarkan ciu hampir ke seluruh Indonesia.
Namun ia berpesan jika ingin membeli Ciu Bekonang lebih baik datang langsung ke Desa Bekonang.
Karena jika membeli di luaran khawatirnya tidak sesuai kondisi asli atau biasanya sudah ditambah air mentah.
Hal tersebut justru akan mengurangi kadar alkohol di dalam ciu.
Udin meyakini peminum ciu bekonang tidak akan menyebabkan kematian.
Kecuali jika dicampur bahan lain seperti autan, cairan pembersih lantai dan laian sebagainya.
“Sampai sekarang tidak pernah ada kasus meninggal karena ciu bekonang, kalau oplosan mungkin ia. Saya setiap hari minum ini nggak pernah sampai sakit atau gimana,” ujarnya.
Izin legalitas pengolahan etanol atau alkohol murni dimanfaatkan sejumlah pengusaha untuk bisnis minuman beralkohol jenis ciu di Desa Bekonang, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo secara diam-diam.
Sehingga produksi minuman 'rekreasi' yang memabukkan itu dilakukan secara diam-diam.
Bisa dikatakan pabrik ciu di Bekonang menyaru menjadi pabrik pengolahan etanol.
Pada dasarnya minuman beralkohol menjadi ilegal karena mengonsumsinya akan melanggar sejumlah norma dan aturan.
Apalagi, sudah ada perda soal peredaran minuman keras yang merupakan pengejawantahan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Sukoharjo, Sutarmo, menyatakan ciu merupakan tahap pertama proses pembuatan alkohol murni atau etanol yang digunakan untuk keperluan medis dan kosmetik.
"Ciu itu kan bahan mentah sebelum menjadi alkohol," terangnya.
Dia tidak menampik bahwa saat ini banyak pengusaha yang lebih memilih produksi ciu ketimbang alkohol atau etanol.
Alasannya lebih menguntungkan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk memproduksinya.
Meskipun demikian, ia menegaskan sesuai peraturan daerah, memproduksi minuman beralkohol dilarang. Pemkab Sukoharjo sudah menetapkan Perda No 7/2012 tentang Pengawasan, Pengendalian, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol (miras).
Kemudian, beleid tersebut direvisi pada 2017 lalu.
Namun, isinya tetap menegaskan larangan produksi ciu.
Ada sanksi pidana yang siap menjerat produsen ciu.
"Selama ini, penjualan alkohol murni Bekonang sudah cukup bagus. Sudah dijual ke berbagai daerah, paling banyak ke Jawa Timur untuk campuran bahan kosmetik dan farmasi serta pabrik rokok," jelasnya.
Sutarmo menambahkan produsen alkohol di Sukoharjo sebenarnya tidak hanya di Dukuh Sentul, Sembung, dan Jetis Desa Bekonang.
Ada juga di luar Kecamatan Mojolaban, seperti di Desa Ngombakan, Bugel, Bakalan, dan Karangwuni Kecamatan Polokarto.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sukoharjo, Agus Santosa, mengatakan pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap para produsen alkohol.
"Kami tetap melakukan pengawasan dan memberikan pemahaman kepada para pengusaha agar mereka tidak membuat minuman keras," ucapnya.
Menurutnya, jika terbukti ada pengusaha yang memproduksi ciu maka akan dikenakan tindak pidana ringan (tipiring) karena melanggar peraturan daerah.
Sedangkan upaya pengawasan, kata dia, terus dilakukan personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang merupakan instansi penjaga perda. (tribunjateng/cetak)