TRIBUNJATENG.COM- Mantan Komisioner KPK, M.Jasin khawatir dengan berubahnya pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal itu diungkap oleh M. Jasin di acara satu meja the forum yang tayang pada tanggal Sabtu (28/9/19).
"Soal wadah pegawai KPK yang dipersoalkan dan harus menjadi Korpri dan harusnya di bubarkan, bagaimana pendapat anda?" tanya Budiman Tanurejo.
M.Jasin Mantan Komisioner KPK mengatakan bahwa wadah pegawai KPK tercantum pada peraturan pemerintah no 63 tahun 2005.
"Perjuangan KPK untuk menjadikan pegawai KPK menerima remunerasi selama 1 tahun bersama 7 instansi, ini perjalanannya sebenarnya membentuk suatu lembaga negara bukan di bawah strukutr pemerintahan, saat itu belum ada UU ASN, sehingga legalitas melalui diterbitkannya PP, itu proses panjang, pegawai KPK menjadi contoh bagi instansi yang lain," ujarnya.
UU KPK yang direvisi menyebutkan pegawai KPK berubah menjadi korpri.
"Wadah pegawai itu sah diatur dalam PP peraturan pemerintah tahun 63 tahun 2005, jadi bukan liar dan menggunakan anggaran negara sebatas hak alokasi budget kepegawaian, jadi kita sangat hemat, karena slim organitation," ujarnya.
Jasin mengaku khawatir jika pegawai KPK berubah menjadi ASN.
Menurutnya hal itu sangat berbahaya bisa disuap terlebih adanya SP3.
"Sekarang kalau diubah ASN kita khawatir, KPK itu kan penegak hukum sehingga misalnya gajinya itu tidak mencukupi, sebagaimana grading yang ada dalam ASN, itu kita rawan akan godaan," ujarnya.
Revisi UU KPK sebelumnya telah disahkan menjadi UU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019).
Pengesahan itu menuai kritik karena dilakukan terburu-buru tanpa mendengarkan masukan dari masyarakat sipil dan unsur pimpinan KPK.
• Ditahan KPK, Imam Nahrawi: Semoga Ini Murni Proses Hukum Bukan Bersifat Politis
• Mahfud MD Beberkan Penyebab Jokowi Sempat Tolak Perppu KPK: Beliau Mendalami dan Berdiskusi
• Cerita Mahfud MD Ketika Jokowi Tanya Jika Perppu RUU KPK Ditolak DPR : Rakyat Akan Ngawal
• Lirik Lagu Man Ana Sabyan Gambus Lengkap dengan Artinya
Sejumlah pasal dalam UU KPK hasil revisi juga dinilai bisa melemahkan KPK.
Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara, pegawai KPK yang berstatus ASN, dibentuknya dewan pengawas, penyadapan harus seizin dewan pengawas, hingga kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Terkait Perppu presiden
Aksi demo masif ribuan mahasiswa menolak revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) terjadi di Jakarta dan berbagai daerah.
Mereka menuntut Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) UU KPK.
Namun, Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menilai, Jokowi tidak menghormati DPR jika menerbitkan Perppu UU KPK.
Bambang meminta Joko Widodo mempertimbangkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi.
Bambang mengatakan, pembatalan RUU yang sudah disahkan DPR harus melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
"Saya bilang, constitusional law. Kita menyatakan kalau Anda enggak sepakat undang-undang, masuknya itu ke dalam MK, judicial review di sana, bukan dengan perppu. Clear," kata Bambang saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Bambang mengatakan, apabila Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu untuk mencabut UU KPK, Presiden tak menghormati DPR.
"Kalau begitu bagaimana? Ya mohon maaf, Presiden enggak menghormati kami dong? Enggak menghormati kita bersama yang sudah membahas, Presiden dengan DPR," ujarnya.
Kendati demikian, Bambang menilai, Presiden Jokowi tentu memiliki pertimbangan sendiri untuk mengeluarkan perppu. Namun, ia mengingatkan bahwa DPR juga memiliki kewenangan tersendiri.
"Silakan, Presiden punya pertimbangan sendiri (terbitkan perppu), ngomong dengan pembantunya sendiri (menteri). Kami anggota DPR punya otoritas sendiri," ucapnya.
Terkait dukungan Fraksi PDI-P terhadap pertimbangan Presiden menerbitkan perppu, Bambang belum dapat memastikan. Ia hanya mengatakan, Fraksi PDI-P di DPR pasti akan mendiskusikan hal tersebut.
"Pasti kan kami diskusi, tempur dulu di internal," ucap dia. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya melunak soal tuntutan mahasiswa dan masyarakat untuk mencabut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi. Jokowi yang sebelumnya menolak mencabut UU KPK kini mulai mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, terutama masukan itu berupa perppu," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Tentu saja ini kami hitung, kalkulasi, dan nanti setelah itu akan kami putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," ujar dia. (*)
• Cinta Segitiga di Blora, Sepulang dari Warung Kopi, Sukardi Curiga saat Tak Mendapati Istri di Kamar
• Chord Kunci Gitar kartonyono Medot Janji Denny Caknan
• Viral Rumah Mewah di Tengah Sawah tapi Berfasilitas Bioskop, Ini Kisah Pemiliknya
• Tersebar Foto dengan Tommy Soeharto, Najwa Shihab Klarifikasi Isu yang Menyeret Suami dan Ayahnya