TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung memastikan bahwa tidak ada pihak yang melarikan diri terkait kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Adi Toegarisman menuturkan, pihaknya sudah mengajukan pencegahan terhadap 10 orang untuk ke luar negeri.
Kesepuluhnya berinisial HR, DYA, HP, MZ, DW, GL, ER, HH, BT, dan AS.
"Enggak ada yang melarikan diri. Kita sudah kirim informasi ke Imigirasi sesuai prosedurnya melalui JAM Intel dan sudah dilakukan pencegahan," ungkap Adi di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/12/2019).
Adi mengatakan, Kejagung masih mendalami kasus tersebut.
"Kita lihat nanti perkembangannya, kami sedang bekerja dan mengikuti setiap perkembangan keberadaan dan lain sebagaimananya," tuturnya.
Pada Senin hari ini, Kejagung memeriksa dua saksi terkait kasus Jiwasraya.
Namun, Adi masih enggan menyebutkan identitas dua orang yang diperiksa.
Layar yang menampilkan jadwal pemeriksaan di Gedung Bundar pun tidak menyala. Kejagung akan kembali memeriksa dua saksi pada Selasa (31/12/2019).
Pemeriksaan juga akan berlanjut di Januari 2020.
"Besok dua (orang), kemudian 6,7,8 kami juga memanggil sekitar 20 orang," ungkapnya.
Kasus ini terkuak setelah perusahaan asuransi itu memastikan pembayaran kewajiban sebesar Rp 12,4 triliun yang dijanjikan pada Desember 2019 tak bisa terlaksana.
Hal ini disampaikan Hexana Tri Sasongko selaku Direktur Utama Jiwasraya.
"Tentu tidak bisa karena sumbernya dari corporate action. Saya tidak bisa memastikan. Saya minta maaf kepada nasabah," kata Hexana dalam rapat Komisi VI DPR RI, Senin (16/12/2019).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, penyelesaian masalah gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bakal diserahkan ke ranah hukum.
Menkeu mengatakan, bakal melibatkan pihak Kepolisian, Kejaksaan, bahkan KPK dalam proses penyelesaian masalah Jiwasraya.
Wakil Sekretasis Jenderal Partai Demokrat, Didi Irawadi mengatakan bahawa partainya siap buka-bukan dalam kasus skandal perusahaan asuransi Jiwasraya.
Pernyataan Didi tersebut merespon tudingan Presiden Jokowi yang mengatakan persoalan Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu atau masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Jadi Demokrat dan pemerintah SBY siap buka-bukaan seluas-luasnya," kata Didi, Minggu (29/12/2019).
Menurut Didi kasus dugaan korupsi defisit keuangan Jiwasraya puncaknya terjadi pada 2018-2019.
Ketidakmampuan perusahaan negara membayar polish asuransi nasabah yang nilainya triliunan terjadi pada masa pemerintahan Jokowi. Hanya saja pihaknya tidak mau saling menyalahkan.
"Ada penyelematan yang dilakukan bapak SBY, tapi puncaknya 2018 kalau saya bahas ini menyalahkan enggak enak juga, saya tidak mau juga," katanya.
Oleh karena itu agar skandal Jiwasraya yang ditaksir merugikan keuangan negara sebesar 13,7 triliun tersebut jelas, maka sebaiknya dibentuk Pansus di DPR. Pihaknya akan dengan terbuka membeberkan data-datanya.
Skandal gagal bayar polis asuransi Jiwasraya dihubung-hubungkan terkait Pilpres tahun 2019.
Namun, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Sitorus membantah keras hal tersebut.
Deddy meminta tudingan tersebut dipertanggungjawabkan dan membuka data atas tuduhan tersebut.
Menurutnya, jika memang ada data yang sah, maka pihak yang dituduh harus siap diproses secara hukum.
"Itu kesimpulan yang kekanak-kanakan, tidak ngerti, ngomong langsung lompat ke konklusi. Itu misleading dan harus dipertanggungjawabkan," kata Deddy.
Deddy mengatakan kasus Jiwasraya bukan permasalahan baru meski boroknya baru terurai akhir-akhir ini.
Deddy menyebut bahwa sejak 2006 Jiwasraya sudah mengalami defisit sebesar Rp 3,2 triliun.
Menurutnya kasus Jiwasraya berlarut disebabkan oleh ketidakjelian banyak pihak.
Bencana Jiwasraya sejatinya sudah dimulai sejak 1998 dengan langkah korporasi yang salah. (Tribun Network/fik/mam/wly/kompas/TRIBUNJATENG/CETAK)