Kisah Suminem Pakai BPJS hanya Jika Darurat dan Berobat Alternatif sebagai Pendamping Pengobatan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kota Pekalongan sedang melayani masyarakat, Jumat (8/11/2019).

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG -- Sejumlah warga di Jawa Tengah masih suka berobat ke pengobatan alternatif, tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Ada yang murni ke pengobatan alternatif, namun ada juga yang menjalani keduanya, yaitu berobat ke rumah sakit dan pengobatan alternatif.

Sebut saja Siti, yang membawa anaknya berusia tiga tahun menjalani pengobatan alternatif di Dian Medical Therapy di Jalan Kauman, Peribalan, Mranggen, Kabupaten Demak.

Di tempat ini, Siti juga harus antre.

Usai dipanggil, ia menggendong anaknya yang terlihat lemas masuk ke dalam ruang pengobatan. Anak usia tiga tahun itu kemudian dipijat.

"Ayo nang nangis yang kenceng," kata Dian, terapis yang memijat anaknya Siti.

Dian memijat dari mulai bagian kaki hingga tangan dengan menggunakan lotion.

Ia mengaku enggan menggunakan minyak urut karena tidak suka dengan baunya.

Ditemui usai anaknya dipijat, Siti menjelaskan anaknya mengalami epilepsi sejak lebaran kurban tahun 2019.

Saat itu badan anaknya panas dan akhirnya kini tubuhnya lumpuh.

"Ya semula saya bawa ke rumah sakit. Setelah rawat jalan tetap harus terapi di rumah sakit.

Tapi itu dibatasi seminggu sekali. Untung ada BPJS," terang wanita yang ikut kepesertaan BPJS kelas 3 ini.

Tiap hari Kamis Siti bawa anaknya untuk terapi di RSUP dr Kariadi.

Tapi karena ingin cepat sembuh, Siti juga membawa anaknya untuk terapi di klinik alternatif Dian tiap hari Senin.

"Saya dengar dari tetangga di sini terapinya ampuh. Ini sudah jalan tiga bulan di tempat bu Dian.

Tapi sebelum terapi harus daftar seminggu sebelumnya. Karena antre banyak dan dibatasi pasiennya," bebernya.

Bagi Siti yang tergolong ekonomi menengah bawah, tempat terapi Dian sangat membantu anaknya. Terlebih ia bebas membayar berapapun sesuai kemampuannya tiap terapi.

Dian, terapis sekaligus pemilik Dian Medical Therapy menuturkan, dirinya sudah melakukan praktik sejak tahun 1990. Semula ia hanya ingin membantu teman-temannya yang mengalami gangguan otot dan persendian.

"Lama-lama jadi banyak yang tahu, akhirnya ramai. Tujuan saya dari awal hingga saat ini hanya membatu. Kalau ada yang kasih (uang) ya Alhamdulillah. Kalaupun tidak ya nggak papa," ujarnya.

Setiap hari pengobatan alternatif ini buka pukul 17.00 hingga 00.00 WIB. Setiap hari ia membatasi 15 pasien anak dan 15 pasien dewasa.

"Kalau tidak dibatasi bisa sampai subuh. Saya pun juga capek karena sendirian.

Tapi alhamdulillah sejak tahun lalu sudah dibantu anak bungsu saya. Dia yang bantu terapi pasien dewasa," tegasnya.

Terpisah, Suminem mengaku sudah sejak dua tahun silam tidak menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Kecuali jika dia mengalami kondisi gawat darurat harus ke IGD.

Dia mengaku kecewa karena harus keluar biaya sendiri jika cek kondisi jantungnya.

"Namanya manusia yang pernah kena penyakit jantung kan sekarang harus waspada. Bagaimana tau kondisi jantung kami kalau tidak dicek. Tapi cek jantung bayar sendiri," katanya.

Menurut penuturan Suminem, dia berobat ke Dian Medical Therapy. Hanya bayar Rp 50 ribu dan itu pun tidak wajib.

Tidak harus bayar.

Setelah menjalani pengobatan alternatif, Suminem yang sebelumnya pernah didiagnosa dokter harus pasang ring, kini tidak lagi.

Setelah cek lagi, dia dinyatakan oleh dokter baik-baik saja tanpa ada gangguan apapun.

Dia mengaku pernah berobat ke rumah sakit pakai BPJS dan harus menginap. Tapi maksimal menginap lima hari.

"Padahal belum benar-benar sembuh, sudah disuruh pulang. Kalau tidak, nanti kena biaya tambahan," kata Suminem warga Kinibalu, Kelurahan Tandang, Tembalang, Kota Semarang ini.

Selama ini iuran BPJS miliknya diambil dari potongan uang pensiun suaminya. Kenaikan iuran peserta BPJS tahun 2020 ini cukup berdampak pada Suminem. (tim)

Berita Terkini