Saya tidak ada waktu untuk mengurus ini. Ternyata di luar pengetahuan saya, isteri saya benar-benar mencarikan calonnya. Saya tidak tahu-menahu awalnya sampai semuanya terjadi.
Dia yang mencari, dia yang mengatur proses walimahnya, dia yang meyakinkan, dia yang siapkan keperluan semuanya. Itu prosesnya tidak sebentar. Saya juga yakinkan lagi, kalau neng nanti takut kecewa sebaiknya dibatalkan. Tapi isteri saya ‘keukeuh’, saya harus menikah lagi.
Dia yang menggaransi, mengurusi, menjamin. Dia tak mau bebankan saya dengan ini. Dia ingin saya bisa terbantu untuk mengurus perjuangan umat,” ujar Abah Hafi saat berbincang dengan saya.
Pria yang dikaruniai dua orang putera dan puteri ini pun pasrah. Ia mengikuti kehendak isteri.
Pada akhirnya ia menerima. Sebab, orientasi Abah Hafi sesungguhnya adalah bagaimana mencari ridho Allah SWT dengan memberdayakan ekonomi umat Islam. Menikah, kata Abah Hafi, hanya salah satu jalan dan wasilah yang harus ditempuh untuk perjuangan membantu Umat Islam.
“Menikah ini bukan tujuan. Menikah hanya wasilah dan sarana. Tujuan saya tetap membantu umat. Ya kalau memang salah satu jalannya harus dengan ini, kenapa tidak? Toh tujuannya tetap dari Allah dan untuk Allah,” tegasnya.
Jelang detik-detik proses akad nikah yang diselenggarakan di Jawa Timur, Abah Hafi bercerita jika pernikahan itu sebenarnya tidak dirayakan terlalu ‘wah’. Hanya mengundang keluarga terdekat saja.
Yang jadi masalah adalah, selama proses perjalanan besan dari Jawa Barat ke Jawa Timur, salah satu keluarga beliau mengambil beberapa dokumentasi foto dan video sepanjang perjalanan. Abah Hafi dan isteri tak menyadari momen ini selama dalam perjalanan.
Ada beberapa momen terekam di dalam kendaraan ketika isteri beliau sedang manja, menyuapi makanan, bersandar, dan bergenggam tangan. Puncaknya adalah jelang detik-detik pernikahan, ketika sang isteri pertama meraih tangan calon isteri kedua untuk menghantarkan kepada suaminya di meja pelaminan. Dalam beberapa video, momen ini jelas tertangkap.
Sang dokumentator yang juga masih keluarga beliau sebenarnya bermaksud merekam dokumentasi itu untuk arsip pernikahan keluarga saja.
Ia tak kepikiran untuk memviralkan. Yang menjadi persoalan, ia mengabadikan momen itu di dalam platform sosial media bernama Tik-Tok yang followersnya hanya 20 orang. Sedikit kok. Ia berasumsi tak mungkin viral. Sekedar mengabarkan ke pengikut terdekat dan keluarga saja. Sudah!
Namun siapa sangka, dalam waktu dua hari, pengikut akun Tik-Toknya bertambah menjadi ribuan dan akhirnya menyebar ke seluruh platform sosial media seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Dari sinilah cerita sesungguhnya dimulai. Nama Abah Hafi atau Abah Cijeungjing viral dimana-mana.
Sosok di balik penjemputan dan akad nikah isteri kedua itu dicari tahu nitizen. Abah Hafi mengatakan kepada saya jika dirinya banyak dihubungi wartawan media cetak, online, dan televisi nasional yang menghubungi dan ‘kepo’ ada apa sesungguhnya di balik proses pernikahan kedua Abah Hafi.
Dalam waktu dekat, rencananya beliau akan meluruskan hal ini ke khayalak publik dan media agar tidak ada salah paham dan menimbulkan fitnah.
Beliau ingin menutup pintu mafsadat dan mentabayyun komentar miring yang disematkan kepadanya. Beliau menegaskan sekali lagi, pernikahan hanyalah wasilah dan jalan.
Bukan tujuan dan bukan akhir dari segalanya. Tujuan sesungguhnya adalah mencari ridho Allah SWT melalui dakwah perjuangan menolong umat dengan baitul maal Ku Ka yang tengah dirintinsya.
Beliau hanya seorang santri, hidupnya adalah untuk ilmu dan umat. Saya yakin, artikel yang saya tulis pada Kamis, 6 Februari 2020 ini akan dibaca dengan dua perspektif oleh kaum hawa.
Pertama, dibaca melalui akal dan nalar yang logis. Semua tentu memahami kemuliaan di balik proses pernikahan kedua Abah Hafi atau Abah Cijeungjing. Apresiasi untuk isteri pertama beliau, Bunda Kanzan, yang rela mempersiapkan segala proses dari awal sampai terselenggara akad nikah.
Masih ada wanita yang ikhlas mencarikan untuk suami tercintanya isteri kedua. Bunda Kanzan adalah sejarah, bahwa ibadah dan ridho-Nya adalah kesemestaan yang dicari para insan di muka bumi. Salah satu jalannya adalah mempersembahkan isteri kedua untuk sang suami.
Kedua, tulisan ini dibaca dengan perasaan cemburu dan pikiran pendek seperti kutipan salah satu nitizen yang memviralkan, “Dih, aing mah embung caroge aing kawin deui. Moal kapikiran ku aing mun culamitan metmet kitu. Leheung aing dicerekeun tibatan kawin deui mah. Te kakara ku perasaan dina hate,” tah tah tah! Tetap saja, harus memahami perasaan wanita dengan bijak. Komentar nitizen tergantung kedalam berpikirnya.
Abah Hafi sudah melakukan apa yang semestinya ia lakukan, tanpa melanggar hak-hak syariat dan tak ada perasaan siapapun yang ia lukai. Bahkan, semuanya bahagia.
Sekali lagi, viralitas yang tengah dirasakan Abah Hafi saat ini bukan bagian dari rencana. Semua tanpa sengaja. Mungkin Tuhan sudah berkehendak demikian. Abah Hafi tetap konsisten dengan jalan dakwahnya. Statement tabayyun visual yang lebih lengkap akan menyusul melalui layar kaca, insya Allah.
Paling tidak, cerita beliau bisa jadi pelajaran bahwa "yang benar itu seperti ini". Begitulah cara seorang lelaki menyayangi isteri. Sekali lagi, sayang isteri. Sayang isteri. Kalau memang ingin menikah lagi, kabarilah isteri pertama. Jangan diam-diam lalu main di belakang. Hargai perasaannya. Kalau tidak ridho, ya mau bagaimana lagi?
Saya ingat, saat mengikrar akad nikah di hadapan wali, di sana saya ucapkan janji setia dalam sigat ta`liq kepada isteri. Untuk menjaga perasaannya, tak melukainya, mencintainya, memanjakannya, tetep berjuang untuknya sebagaimana saya berjuang untuk menikahinya dulu, dan mempergaulinya sesuai tuntunan sunnah. Selagi isteri mampu memberikan hak-hak utama kepada suami, jangan ingkari janji ini. Ya gak sih?
Terakhir, tulisan ini sudah mendapatkan izin dari Abah Hafi langsung. Beliau juga saya sertakan dalam postingan ini. Jazaakallah, ahsanal jazaa. Terima kasih Abah. Baarokallah lakum, wa baaroka `alaykum, wa jama`a baynakum bil khair wal mawaddah, sakinah, rahmah, maghfirah.
Masih ada wanita seperti Bunda Kanzan dan isteri kedua beliau? Alhamdulillah, saya sudah pernah bersua langsung dengan Abah Hafi dan kedua isteri beliau. Tugas kita adalah mendoakan.
Dari saya, Fikri Habibullah Muharram. Murid, sahabat, rekan, teman jalan, dan ikhwah fid diin beliau.
(*)
• Pengakuan WNI Sepulang dari Suriah, ISIS Perlakukan Perempuan Seperti Pabrik Anak, Dipaksa Nikah
• Begini Reaksi Agustianne Marbun Pergoki Hotman Paris Pulang Subuh Setelah Kencan dengan Artis
• Ini Harga Caracal Cat Baim Wong, Kucing Afrika Sebesar Anak Singa Hadiah Kelahiran Tiger Wong