Abisa mengatakan, selain pesan itu, tidak ada lagi pembicaraan teknis lain terkait persiapan susur sungai.
Hanya perintah membawa tongkat, lalu anggota dewan penggalang sebanyak 16 orang diminta jadi pendamping regu.
Masing-masing orang nanti mendampingi dua regu di lapangan.
Hari berikutnya, persiapan kegiatan Pramuka berlangsung sesudah pulang sekolah sekitar pukul 11.45.
Abi pulang berganti sepatu, pamit ke ibunya, lalu kembali ke sekolah.
“Mau nyari makan siang belum ada, jadi langsung berangkat,” kata anak remaja yang tinggal di Jamblangan, Turi ini.
Apel digelar sekitar pukul 13.00, sebelum jelang pukul 14, semua peserta susur sungai terdiri siswa-siswi kelas 7 dan 8 long march ke wisata outbond Lembah Sempor.
Saat apel itulah, Abi memberanikan diri bertanya sekaligus upaya mengingatkan guru pembina terkait cuaca yang mencemaskan.
“Saat itu mendung gelap, geludug (petir) tak henti-henti terdengar di utara (lereng Merapi).
Saya tanya, Pak, cuaca begini apa tetep mau diteruskan?” ungkap Abi.
“Dia menjawab, cuaca begini biasa, lanjut,” katanya mengutip guru pembina yang juga guru olah raga di sekolahnya.
Abi belum puas ke satu guru pembina, ia bertanya ke pembina kedua.
"Dibilang, nanti lihat situasi di sungai,” lanjut Abi.
Ia tak kuasa menolak.
Sesudah apel, semua peserta dibariskan per regu, lalu berangkat long march jalan kaki sekitar 3 kilometer, dari sekolah menuju Lembah
Sempor.