TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Potensi sengketa pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwakot) Semarang bisa saja terjadi.
Meski Kota Semarang berpeluang besar calon tunggal melawan kotak kosong, sengketa bisa saja terjadi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang, Nur Hidayat Sardini, saat menjadi narasumber dalam sosialisaai Penyeselaian Sengketa pada Pilwakot Semarang 2020, di Gets Hotel, Selasa (10/3/2020).
• Gagal Rampok Mobil, Begal Jerat Leher Driver Grab Boyolali Pakai Kabel USB dan Tusuk Perut Sisi Kiri
• PDI Perjuangan Telah Tetapkan Nama Calon Wali Kota Solo 2020, Bambang Pacul: Wis Ono List
• Suami Stroke Bunuh Istri Saat Tertidur, Pelaku Kesal Gara-gara Sering Ditolak Berhubungan Intim
• Kisah Misi Super Rahasia Soeharto di Israel, Semua Identitas Prajurit Dibuang ke Laut Singapura
Disebutkan, kotak kosong tidak memiliki legal standing dan tidak masuk dalam tim kampanye.
Namun, potensi sengketa bisa terjadi melalui pemilih atau masyarakat maupun pemantau pemilu.
"Kotak kosong di Pati hentakannya kenceng.
Walau petahana menang tapi ada derajat dukungan non partai.
Artinya, ada perlawanan tersembunyi.
Kedua, di Makassar kotak kosong menang," papar mantan Ketua Bawaslu RI tersebut.
Hur Hidayat menyebutkan, sepanjang 15 tahun terakhir, penyelesaian sengketa di Semarang memang tidak pernah masuk hingga ke Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, karakter sosial politik di Kota Semarang cukup khas.
Peserta politik menempatkan pemilu sebagai medan pertarungan yang tidak begitu keras.
Masyarakat Kota Semarang lebih menunjukan kesadaran politik yang lebih tinggi.
Artinya, karakter mereka cenderung memilih jalan musyawarah mufakat dan berfikir rasionalistik.
Sehingga, selama ini sengketa bisa diselesaikan di tingkatan bawah.