"Mudik adalah soal kerinduan, keinginan untuk kembali ke akar, setelah setahun berada di tanah rantau. Mudik adalah jalan untuk membawa manusia Indonesia kembali ke kebahagiaan di masa kecilnya yang indah, sebagai penghapus derita dari kisah-kisah pahit di kota selama setahun," ungkap dia.
Bicara tentang akar mudik pertama kali, memang cukup muskil untuk dijawab.
Tidak ada yang tahu kapan waktu persisnya tradisi itu mulai tercipta.
Namun, Yuanda menyatakan bahwa hal itu bisa dilacak dari sumber-sumber silam.
Mudik muncul ketika kota-kota kolonial lahir, ketika orang desa mulai bersekolah atau bekerja di kota.
Sejak masa kolonial orang sudah pulang kampung pada masa menjelang Lebaran, namun masih dengan skala yang kecil karena umumnya masyarakat hanya merantau ke daerah yang dekat dari desa mereka.
Istilah mudik sendiri belum muncul setidaknya sampai tahun 1970-an.
Baru di era 1980-an media massa mulai menyebut fenomena ini sebagai mudik.
Sebelumnya, masyarakat hanya mengenal istilah pulang kampung saja dan tiap-tiap daerah punya nama sendiri untuk tradisi ini.
"Di Sumatera misalnya, istilah mudik hampir tak dikenal. Yang ada hanya pulang kampung atau pulang basamo."
Menilik kembali ke belakang, tradisi mudik tidak hanya sekali ini saja tertunda.
Pada masa awal pascakemerdekaan Indonesia, saat umat muslim Indonesia merayakan Idulfitri yang jatuh pada Rabu, 28 Agustus 1946 mereka mesti menunda mudik akibat suasana politik Indonesia yang belum kondusif.
Belanda dan Inggris menguasai kota-kota penting di Jawa.
Di beberapa tempat, perayaan hari ulang tahun pertama kemerdekaan Indonesia yang berlangsung sebelas hari sebelum lebaran tahun 1946 pun dilakukan sangat sederhana.
Kontak senjata antara para pejuang Republik dengan pasukan Belanda masih berlangsung di beberapa tempat.