TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Hukum Administrasi Negara (HAN) dinilai memiliki peran strategis dalam menyelamatkan aset negara dari perilaku koruptif penyelenggara negara.
Hal itu ditegaskan Prof Dr Jawade Hafidz SH MH dalam orasi ilmiahnya berjudul “Tanggung Jawab Hukum Administrasi Negara dalam Menyelamatkan Aset Kekayaan Negara akibat Perilaku Koruptif” pada pengukuhan dirinya sebagai profesor dalam bidang kepakaran HAN di Auditorium Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Sabtu (23/8/2025).
Menurut Prof Jawade, HAN memiliki tanggung jawab besar menjaga prinsip pemerintahan yang bersih, bebas dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), sekaligus mendorong profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi birokrasi.
Baca juga: Guru Besar Baru Unissula, Prof Imam Kusmaryono Tekankan Pentingnya Reformasi Pendidikan Matematika
Dengan konsistensi penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), HAN diyakini mampu menekan ruang terjadinya korupsi di lingkungan penyelenggara negara.
“HAN merupakan soko guru penegakan hukum di Indonesia karena memiliki posisi penting dalam mencegah perilaku koruptif. Dengan begitu, kerugian keuangan negara dan hilangnya aset bisa dihindari,” ujar Dekan Fakultas Hukum Unissula tersebut.
Ia mencontohkan salah satunya dalam penertiban aset negara yang hilang, baik berupa tanah maupun uang, yang harus ditempuh dengan sistem birokrasi yang tertib.
Menurutnya, selama ini pengelolaan aset negara masih terkesan tertutup bahkan bagi kalangan media.
Karena itu, ke depan harus dibuka agar publik dapat mengontrol.
“Harus ada tertib dokumen, kelengkapan dokumen, dan transparansi. Dengan begitu masyarakat bisa ikut mengawasi. HAN akan membuat tata kelola pemerintahan lebih cepat, terukur, dan manfaatnya bisa langsung dirasakan rakyat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof Jawade menekankan peran birokrasi sebagai instrumen pelayanan publik.
Selama ini birokrasi sering dipandang merepotkan dan berbelit-belit, padahal esensinya justru untuk memastikan ketertiban, kecepatan, dan ketepatan pelayanan kepada masyarakat.
“Birokrasi itu penting. Tapi tidak boleh terlalu panjang. Cukup tahapan yang jelas dan singkat sudah cukup. Jangan membuat masyarakat menunggu berjam-jam. Dan pelayanan publik tidak boleh membeda-bedakan siapa pun yang datang,” tegasnya.
Menurutnya, pembenahan birokrasi harus dimulai dari sumber daya manusia aparatur sipil negara (ASN).
Ia menyebut ada tiga prasyarat utama: moralitas atau akhlak, integritas pribadi yang teruji, serta kemampuan memberikan layanan yang singkat, cepat, dan tepat.
“Pelayanan pemerintah harus dilakukan oleh ASN yang jujur, tidak menunda-nunda, dan tidak diskriminatif,” tambahnya.