TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Meski puncak air pasang atau rob terlah berlalu, Turmi (37) bersama keluarganya memilih untuk mengungsi ke rumah saudaranya yang jauh dari tepi pantai.
Ia akan mengungsi saat rob mulai datang, sekira pukul 16.00 WIB.
Turmi khawatir jika sewaktu- waktu air pasang mendadak besar.
• BERITA LENGKAP: 7 Crew Terpental ke Luar Helikopter MI-17 saat Jatuh di Kawasan Industri Kendal
• Sebelum Jatuh di Kendal, Heli Penerbad Dinyatakan Baik dan Tak Ditemukan Hal Menonjol
• Update Corona 7 Juni di Dunia: Angka Kematian Mencapai 11 Persen dari 6,9 Juta Kasus Covid-19
• Hasil Penelitian, 50 Persen Petarung MMA Gunakan Ganja
Terlebih rumahnya berada tidak jauh dari tepi laut, tepatnya di RT 02 RW 03 Kelurahan Muarareja, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal.
Turmi mengatakan, sudah sepekan air rob terjadi cukup besar, sejak Senin (1/6/2020).
Menurut Turmi, yang terparah terjadi dalam tiga hari terakhir, air rob hingga selutut orang dewasa.
Rob terjadi sekira pukul 16.00 kemudian surut sekira pukul 21.00.
"Saya dan keluarga mengungsi. Ke rumah saudara yang lebih tinggi. Sore ngungsi, trus pagi pulang lagi," kata Turmi kepada tribunjateng.com, Sabtu (6/6/2020).
Turmi mengatakan, selain keluarganya, ada lima rumah lainnya yang tiap sore mengungsi.
Ia berharap pemerintah mencari solusi untuk menangani terjadinya rob.
"Minta ditangani segera, biar ga kaya gini lagi. Diberi batu- batu, minta dibuatkan sabuk pantai," harapnya.
Ketua RW 03 Kelurahan Muarareja, Nurrohim (55) mengatakan, semua RT di wilayahnya terendam rob, mulai RT 01 hingga RT 05.
Ia mengatakan, wilayah yang tergenang rob cukup parah berada di dekat pantai atau RW 02.
Menurut Nurrohim, ada tujuh rumah warga di wilayah tersebut hingga kemasukan pasir laut.
"Di pesisir, rob memang tahunan. Tapi ga separah kemarin sampai empat hari. Kemarin yang ngungsi sekira 100 warga. Ada yang ngungsi di rumah yang lebih tinggi atau mushala," katanya.
Nurrohim menjelaskan, warganya berjumlah sekira 600 kartu keluarga (KK) dengan jumlah sekira 1.200 jiwa.
Ia menilai, rob tahun ini terparah dibandingkan rob pada 2018.
Menurut Nurrohim, warga di wilayahnya berharap pemerintah membangun sabuk pantai.
Ia mengatakan, pemecah ombak atau groing memang sudah ada, tapi itu kurang panjang dan tidak terawat.
Nurrohim menjelaskan, usulan pembuatan sabuk pantai pun sudah ia sampaikan kepada pemerintah.
"Itu sudah disampaikan. Bahkan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kota, katanya ini masuk anggaran Tahun 2020 dari pemerintah provinsi. Beberapa kali ada lima orang yang meninjau. Tapi ninjau- ninjau pelaksanaannya nihil," ungkapnya.
Nurrohim mengatakan, wilayahnya membutuhkan perhatian dari pemerintah.
Menurutnya bukan hal yang tidak mungkin, jika tidak dibuatkan sabuk pantai bisa- bisa lingkungannya jadi laut.
Ia mencontohkan, saat terjadi rob beberapa hari lalu, ada 20 tambak udang dengan luas total sekira 50 hektare terkena rob.
Akibatnya pemilik tambak rugi.
Udang yang mestinya dipanen tiga bulan, harus panen dini di usia satu hingga dua bulan.
"Di sini pemecah gelombang atau groing memang ada, tapi untuk perawatannya kan tidak ada. Makannya yang diharapkan warga di sini ada sabuk pantai," jelasnya. (fba)
• Paranormal Ki Gendeng Pamungkas Meninggal karena Komplikasi Diabetes
• 2 PNS Pingsan dengan Setengah Telanjang Dalam Mobil, Kepala Dinas: Seharusnya Mereka Jadi Contoh
• Banjir Rob Tegal, 7 Warung di Pantai Pulau Komodo Rusak
• Heli Jatuh di Kendal, Saksi Mata: Suara Korban Minta Tolong Bersahutan dari Segala Arah