Sementara itu, Wakil Bupati Tegal, Sabilillah Ardie menambahkan, salah satu keinginan dari masyarakat adalah segera dimulainya kegiatan ekonomi di Kabupaten Tegal.
Sementara itu melihat kondisi jumlah Desa di Kabupaten Tegal sebanyak 281 Desa, 6 kelurahan, dan 18 Kecamatan, membuat sangat tidak logis jika semua dipukul rata.
Dalam artian, ada pusat-pusat kegiatan ekonomi yang cukup terpisah antara Desa satu ke Desa yang lainnya.
Semisal contoh kegiatan ekonomi di atas daerah Bumijawa dengan kegiatan di Kramat, Suradadi ada disconnect atau tidak ada pergerakan langsung.
Maka inilah yang mendasari Pemkab Tegal, untuk adanya zonasi yang lebih rinci. Hal ini juga berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia yang dimiliki.
"Nantinya Desa-desa yang kami nilai beresiko Covid-19, akan lebih sering disambangi, diperhatikan oleh Dinkes atau pun OPD terkait lainnya, dan jumlah tenaga yang membantu juga lebih banyak.
Sedangkan bagi Desa yang tidak beresiko (zona hijau atau kuning), mereka bisa merileksasikan kegiatan produktif," terangnya.
Ardie menegaskan, jargon produktif dan aman di masa pandemi Covid-19 ini, bukan hanya sekedar jargon, tetapi memiliki strategi yang jelas agar bisa mencapainya.
Maka dibutuhkan kerja sama semuanya tidak hanya pemerintah Kabupaten, OPD terkait, dan Gugus Tugas Covid-19, tapi juga desa, kecamatan, dan seluruh elemen masyarakat.
"Kami berencana akan memberi QR code (barkot) identifikasi pada semua sektor usaha, baik kecil, menengah, maupun besar.
Mulai pabrik, pedagang, pasar, dan semuanya.
Tujuan dari QR code ini untuk semua yang ingin beraktivitas disaat zona wilayahnya kuning atau hijau.
Untuk bisa mendapat QR code ini, harus bersedia mengikuti peraturan yang ada sehingga nantinya mendapat surat rekomendasi untuk membuka usaha," tegas Ardie. (dta)