Oleh Drs Tjuk Subchan Sulchan
Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) Jawa Tengah & Ketua Pendidikan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Semarang
SAAT ini, semua negara di dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Semua aktivitas dibatasi untuk mencegah penyebaran virus Corona, termasuk aktivitas pendidikan.
Di Indonesia, sudah kurang lebih tiga bulan, semua aktivitas pendidikan, mulai dari tingkat dasar dan menengah hingga tingkat perguruan tinggi dilakukan secara daring, tanpa tatap muka antara pengajar dan peserta didik. Pembelajaran daring, serta merta menyadarkan kita akan potensi luar biasa internet yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.
Tanpa batas ruang dan waktu, kegiatan pendidikan bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Terlebih lagi, di era dimana belum ada kepastian kapan pandemi ini akan berakhir,pembelajaran daring adalah kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Namun, di balik setiap sisi positif suatu hal, pastilah tersimpan sisi negatif atau setidaknya kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Meskipun secara formal kegiatan pendidikan masih bisa dilakukan secara daring, namun karena siswa dan mahasiswa harus belajar di rumah, pendidikan karakter selama masa pandemi ini rasanya menjadi sedikit terabaikan.
Sebelumnya, ketika kegiatan pendidikan dilakukan di sekolah, pendidikan karakter dilakukan dengan pengawasan langsung dari guru atau dosen. Kegiatan-kegiatan yang mendukung pendidikan karakter juga bisa dilakukan langsung, secara intensif dan bisa diukur tingkat keberhasilannya.
Akan tetapi saat ini, ketika kegiatan pendidikan dilakukan secara daring, dimana yang terjadi lebih banyak hanyalah proses pembelajaran atau transfer pengetahuan saja. Tak ada yang bisa menjamin siswa atau mahasiswa mendapatkan pendidikan karakter dari kedua orang tua mereka sesuai dengan nilai-nilai yang selama ini diajarkan oleh institusi pendidikan.
Semisal di beberapa sekolah Islam, yang menekankan pendidikan karakter dengan kegiatan peribadatan seperti sholat sunnah dan wajib secara berjamaah atau pengajian Al Quran, otomatis saat ini tidak bisa melakukan kegiatan tersebut karena siswa-siswa harus belajar di rumah. Memang, mungkin saja beberapa sekolah telah membuat mekanisme pelaporan kegiatan ibadah siswa di rumah, namun tetap saja kehadiran guru dan pendidik serta interaksi mereka dengan para siswa secara langsung diperlukan untuk pelaksanaan pendidikan karakter yang komprehensif.
Keteladanan para pendidik yang dilihat dan dirasakan langsung oleh para siswa dan mahasiswa adalah kunci utama pendidikan karakter di lembaga pendidikan. Terlebih pada keadaan saat ini, dimana banyak orang tua yang teramat sibuk bekerja, khususnya di waktu-waktu pembelajaran daring dilakukan. Tentu mereka tak bisa mengawasi langsung apa yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
Banyak pengajar yang mengeluhkan partisipasi siswa dan mahasiswa ketika pembelajaran daring berlangsung. Pengajar kesulitan memastikan apakah siswa dan mahasiswanya mengikuti pembelajaran dengan serius.
Karena sering terjadi, dalam pembelajaran daring, ada siswa atau mahasiswa yang sengaja memasang video yang sudah direkam agar seolah-olah mengikuti proses pembelajaran namun ternyata mereka melakukan hal lain. Dalam proses evaluasi pun banyak kesulitan yang dihadapi.
Apabila biasanya tes atau ujian, guru atau dosen bisa melakukan pengawasan langsung, sehingga siswa atau mahasiswa bisa dididik untuk jujur dalam mengerjakan soal, sekarang keadaannya berubah. Tak ada yang bisa mengawasi dan memastikan apakah soal-soal yang diberikan, dikerjakan sendiri atau tidak ataukah sembari mencari jawaban dari internet kemudian tinggal “copy-paste” jawaban.
Pembelajaran olahraga, dan praktikum di laboratorium, juga terbengkalai. Padahal materi pelajaran tersebut mendidik siswa dan mahasiswa untuk memiliki karakter positif seperti teliti, tekun, jujur, hati-hati, tidak mudah menyerah dan menghargai proses.
Yang dikhawatirkan jika pandemi ini berlangsung lama dan pembelajaran daring dilakukan selama setahun penuh atau mungkin lebih, generasi muda bangsa ini akan terbiasa dengan berbagai kemudahan-kemudahan yang tak mendidik dan mendewasakan. Mereka bisa jadi akan kehilangan setahun penuh dengan pendidikan karakter yang nilainya sangat berharga sebagai bekal menjalani kehidupan.
Bangsa ini tidak lagi menghadapi ancaman kekurangan orang-orang pintar di era internet seperti sekarang ini. Akses informasi tanpa batas memudahkan setiap orang untuk belajar apapun. Namun pembelajaran berbeda dengan pendidikan, apalagi pendidikan karakter.