Focus

Bukan Negeri Dongeng

Penulis: rustam aji
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RUSTAM AJI wartawan Tribun Jateng

Sungguh jumlah dana yang tidak sedikit. Apalagi, di tengah utang luar negeri (ULN) yang terus meningkat. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi ULN RI menjadi sebesar 408,6 miliar dollar AS pada kuartal II 2020. Angka utang luar negeri tersebut setara dengan Rp 6.047 triliun (kurs Rp 14.800 per dollar AS).

Itulah yang mengkhawatirkan. Utang negara makin menumpuk, pada sisi lain pemimpin kita makin “royal” membagikan dana. Siapa yang kelak akan membayar utang itu? Jangan-jangan, pada akhirnya kita juga yang menanggungnya.

Pertengahan Juni lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya risiko kecurangan bila pemerintah tak teliti dalam menganggarkan biaya penanganan dan penanggulangan pandemi covid-19.

Salah satunya disebabkan oleh perluasan wewenang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Sehingga menimbulkan risiko penyalahgunaan wewenang karena tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dan check and balance.

Selain itu, belum dibahasnya skema pertanggungjawaban Keuangan Negara dalam penanganan pandemi covid-19.

Lalu, tidak ada pembatasan jangka waktu serta syarat dimulai dan diakhirinya pemberlakuan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi.

Selain risiko kecurangan, risiko lainnya yang dapat terjadi akibat ketidakhati-hatian pemerintah menurut BPK ialah pelebaran defisit anggaran tanpa batasan tertentu, tanpa memperhatikan prinsip periodisitas dan pembiayaan utang dalam jumlah besar. Pada gilirannya berpotensi meningkatkan risiko kesinambungan fiskal dan pada gilirannya dapat mengganggu kedaulatan negara.

Nah, melihat kondisi itu, semoga subsidi-subsidi yang dikucurkan betul-betul telah dipertimbangkan oleh pemerintah, terutama terkait dampaknya. Sebab, tentu kita tidak ingin, generasi mendatang yang tak ikut menikmati subsidi-subsidi di era pemerintahan sekarang hanya kebagian membayar utang. (*)

Berita Terkini