Saya berpikir, bahkan orang tidur saja tidak enak, kurang layak.
Saya kemudian berinisiatif untuk membantu," ungkapnya iba.
Di sisi itu, Narti mengakui telah menempati rumah tersebut selama puluhan tahun.
Menurut Narti, sudah menjadi hal biasa bagi dirinya dan kedua anaknya tidur di tempat tidur dalam kondisi miring.
Ia mengaku tak menggubris jika sewaktu-waktu atap rumahnya runtuh menimpanya.
""Mau bagaimana lagi, mau perbaiki tidak ada biaya," kata dia tersenyum pilu.
Di rumah yang hanya terisi dua kasur dan beberapa perabot rumah tangga itu, Narti mengaku tak jarang jika satu di antara kedua anaknya tidur di lantai.
Hal itu lantaran tempat tidurnya tak muat menampung lebih dari dua orang.
Ia mengaku menyadari, penghasilannya Rp 50.000 perhari hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya dan kedua anaknya.
"Kalau hujan lebat rumah kebocoran," imbuh dia.
Sejauh ini, Narti mengaku belum pernah mendapat bantuan renovasi rumah.
Ia menyebut meskipun di pintu rumahnya telah dilabeli keluarga prasejahtera dengan tanda silang BPNT, PKH, dan JKN/KIS, Narti mengaku belum pernah sekali pun menerima bantuan tersebut.
"Sudah sekira satu tahun ada stiker itu di pintu, tapi saya belum pernah mendapat bantuan baik sembako maupun uang tunai.
Hanya tiga bulan kemarin, tiga kali mendapat beras, roti, dan susu dari Walikota," tukasnya. (idy)
Baca juga: Update Virus Corona Jawa Tengah Rabu 14 Oktober 2020
Baca juga: BREAKING NEWS: Kecelakaan Maut Minibus Rombongan Wisata Tabrak Gapura di Karanganyar, 1 Meninggal
Baca juga: Resep Gandos Jajanan Tradisional Khas Semarang yang Gurih dan Enak
Baca juga: Pencari Ikan yang Tenggelam di Pantai Criwik Kebumen Ditemukan Meninggal