Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga tidak banyak menyosialisasikan isi dari UU Cipta Kerja di masyarakat.
Terlebih, pembahasan hingga pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja di DPR juga terkesan kejar tayang.
Bahkan Presiden Jokowi sendiri baru buka suara soal UU Cipta Kerja sehari setelah demo besar-besaran di berbagai daerah.
Selain itu, beberapa poin penjelasan dari Presiden Jokowi juga masih dianggap simpang siur.
Sebut soal skema cuti hingga aturan PHK di regulasi terbaru.
"Yang jadi paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi, gerabak-gerubuk?" kata Enny.
Lebih lanjut, kata Enny, omnibus law UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendukung iklim usaha juga bisa berpotensi mengeruk sumber daya.
Kata dia, Kementerian/lembaga (K/L) yang memberikan kemudahan izin, tetapi disandingkan dengan kepentingan oligarki, akan memberikan permasalahan bagi masyarakat.
"(Memberikan) izin secara sederhana kemudian berkolaborasi dengan kepentingan oligarki, sudah selesai rakyat Indonesia. Dengan kemudahan yang seperti (sekarang) ini saja, oligarki mencengkeram habis sumber daya kita," ujar Enny.
Sebagai informasi, RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Jokowi dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
RUU Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah.
Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU menjadi UU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Tujuh fraksi partai pendukung RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Terungkap, Misteri Keberadaan Draf Final UU Cipta Kerja",