Lalu saat ada acara di lingkungan RT dan RW, masyarakat sudah menggunakan gelas dan piring. Tidak lagi menggunakan gelas plastik atau dus.
Bebera warga pun sudah membiasakan membawa tas dari rumah saat akan belanja dan membawa rantang saat membeli makanan.
Nur mengatakan, jika volume sampah menurun, artinya kesadaran masyarakat untuk penggunaan sampah plastik berhasil.
“Upaya ini sebagai peran untuk memberikan lingkungan yang lebih baik kepada generasi penerus. Masyarakat sadar sampah, terutama limbah rumah tangga. Karena itu tidak kotor dan bukan sesuatu yang menjijikan,” ungkap Nur, sosok yang pernah mendapat pengharagaan Kalpataru sebagai Perintis, Pengabdi, dan Penyelamat Lingkungan Hidup dari Gubernur Jawa Tengan Ganjar Pranowo.
Nur bercerita, merintis bank sampah di lingkungannya pada mulanya tidak mudah, rintangan tetap ada.
Ia dan ibu-ibu yang lain sempat dianggap gila di awal merintis.
Tidak sedikit juga yang mencemooh dan menghina.
Mereka bilang dianggap gila karena bersentuhan dengan sampah.
Tapi ia bersyukur, masyarakat mulai sadar pentingnya peduli lingkungan dengan mengurangi penggunaan sampah plastik.
“Awalnya beberapa orang mencomooh saya, ‘Gila mainan sampah’. Tapi saya tidak peduli, terserah orang mau bilang apa,” ingat Nur.
Ajak Warga Olah Sampah
Nur mengatakan, hasil sampah yang disetorkan oleh warga kemudian dipisahkan kembali berdasarkan kategorinya.
Ada plastik tipis, plastik fleksibel, hard plastik, kertas, beling, hingga kardus.
Setelah itu sebagian plastik diolah untuk kerajinan tangan, seperti tas plastik,sepatu, hingga aksesoris-aksesoris lainnya.
Sampah plastik yang digunakan untuk kerajinan tangan, Nur beli secara pribadi dari Bank Sampah Mawar Biru.