TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Suasana sabtu pagi di Balai Warga RW 07 Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, selalu dipenuhi suara canda tawa ibu-ibu.
Mereka asyik mengobrol sembari kedua tanggannya memilah sampah hasil limbah rumah tangga yang didapatkan dari warga.
Ibu-ibu itu nampak menikmati rutinas yang dilakukan mingguan tersebut.
Ada yang bertugas memilih sampah plastik kemasan dan kresek, sampah botol air mineral, hingga sampah kardus.
Mereka adalah Nurlailatul Aqifah (46), Diah Ayu Ning Tias (49), Herni Puspita Wati (53), dan Rahadi (65).
Ibu-ibu tersebut menjadi pejuang lingkungan dalam mengampanyekan peduli lingkungan atau go green. Setelah pekerjaan rumah selesai, mereka berkumpul untuk mengurusi Bank Sampah Mawar Biru.
Mereka percaya, keberhasilan bank sampah tidak diukur dari meningkatnya volume sampah yang disetorkan masyarakat. Namun dari perubahan perilaku masyarakat dalam mengurangi penggunaan plastik sehingga volume sampah menurun.
Pencetus Bank Sampah Mawar Biru, Nurlailatul Aqifah mengatakan, Bank Sampah Mawar Biru diperjuangkan sejak empat tahun lalu, tepatnya sejak 2016.
Saat ini bank sampah melingkupi tiga rukun warga di Kelurahan Kraton, yaitu RW 07, RW 08, dan RW 09.
Ia mengatakan, untuk pengurus dari Bank Sampah Mawar Biru sendiri berjumlah tujuh orang. Sementara masyarakat yang aktif menyetorkan sampah hasil limbah rumah tangga berjumlah 80 orang.
“Melalu bank sampah ini, kami mengedukasi masyarakat untuk mengurangi sampah plastik. Bagaimana mengurangi dan memilah sampah untuk diterapkan di rumah masing-masing,” kata Nur kepada tribunjateng.com, Rabu (4/11/2020).
Nur mengatakan, setiap bulan sampah yang terkumpul di lingkungan tiga rukun warga mencapai 100 kilogram.
Volume sampah tersebut terhitung masih tinggi.
Meski demikian, menurut Nur, ada perubahan signifikan dalam perubahan perilaku masyarakat. Dahulu orang dengan mudahnya membuang sampah sembarangan, sekarang tidak.
Hal itu dapat dilihat dari lingkungan, terutama selokan yang bersih dari sampah.
Lalu saat ada acara di lingkungan RT dan RW, masyarakat sudah menggunakan gelas dan piring. Tidak lagi menggunakan gelas plastik atau dus.
Bebera warga pun sudah membiasakan membawa tas dari rumah saat akan belanja dan membawa rantang saat membeli makanan.
Nur mengatakan, jika volume sampah menurun, artinya kesadaran masyarakat untuk penggunaan sampah plastik berhasil.
“Upaya ini sebagai peran untuk memberikan lingkungan yang lebih baik kepada generasi penerus. Masyarakat sadar sampah, terutama limbah rumah tangga. Karena itu tidak kotor dan bukan sesuatu yang menjijikan,” ungkap Nur, sosok yang pernah mendapat pengharagaan Kalpataru sebagai Perintis, Pengabdi, dan Penyelamat Lingkungan Hidup dari Gubernur Jawa Tengan Ganjar Pranowo.
Nur bercerita, merintis bank sampah di lingkungannya pada mulanya tidak mudah, rintangan tetap ada.
Ia dan ibu-ibu yang lain sempat dianggap gila di awal merintis.
Tidak sedikit juga yang mencemooh dan menghina.
Mereka bilang dianggap gila karena bersentuhan dengan sampah.
Tapi ia bersyukur, masyarakat mulai sadar pentingnya peduli lingkungan dengan mengurangi penggunaan sampah plastik.
“Awalnya beberapa orang mencomooh saya, ‘Gila mainan sampah’. Tapi saya tidak peduli, terserah orang mau bilang apa,” ingat Nur.
Ajak Warga Olah Sampah
Nur mengatakan, hasil sampah yang disetorkan oleh warga kemudian dipisahkan kembali berdasarkan kategorinya.
Ada plastik tipis, plastik fleksibel, hard plastik, kertas, beling, hingga kardus.
Setelah itu sebagian plastik diolah untuk kerajinan tangan, seperti tas plastik,sepatu, hingga aksesoris-aksesoris lainnya.
Sampah plastik yang digunakan untuk kerajinan tangan, Nur beli secara pribadi dari Bank Sampah Mawar Biru.
“Saya juga mengajak masyarakat yang punya waktu luang untuk membuat kerajinan tangan dari sampah plastik. Banyak ragamnya, seperti aksesoris yang sering kita gunakan sehari-hari,” katanya.
Selain mengolah sampah plastik, menurut Nur, pihaknya juga mengajak masyarakat untuk memanfaatkan sampah organik menjadi eco enzyme.
Eco enzyme sendiri adalah larutan zat organik komplek yang diproduksi dari fermentasi sisa sampah organik.
Nur mengatakan, eco enzy memenjadi pupuk alami yang sangat bermanfaat untuk penghijauan tanaman.
Dengan penghijauan tanaman maka itu akan membantu memperlambat penipisan lapisan ozon.
“Itu dibuat dari sampah plastik organik. Seperti kulit buah-buahan, sayuran, nasi, atau pun sisa-sisa makanan,” ungkapnya.
Seorang warga, Andre (35) mengatakan, ia sudah satu tahun rutin menyetorkan sampah di Bank Sampah Mawar Biru.
Dulu sampah-sampah hasil limbah rumah tangganya hanya dibuang di tempat sampah.
Andre mengatakan, sekarang ia belajar untuk memilah sampah berdasarkan kategori dan jenisnya.
Ia sendiri biasanya menyetorkan sampah botol, plastik, minyak, dan kardus.
Menurut Andre, perilaku untuk memilah sampah dan mengurangi sampah membuat lingkungannya terlihat lebih bersih.
Baik rumah maupun lingkungan di sekitar tempat tinggal menjadi bersih dan tidak kumuh.
“Biasanya saya setor sampah seminggu sekali. Ya saya menilai, sedikit demi sedikit masyarakat mulai sadar bagaimana harus menyikapi sampah plastik," ungkapnya. (fba)
TONTON JUGA DAN SUBSCRIBE :