TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Hitung weton jodoh masih dipakai sejumlah kalangan dari masyarakat Jawa sebelum pernikahan.
Melalui hitung weton jodoh itu diputuskan apakah rencana pernikahan diteruskan atau dibatalkan.
Kalau hasil hitung weton jodoh itu baik, ikatan pernikahan pun diyakini akan berjalan baik.
Sebaliknya, jika tidak pas atau kurang tepat maka ada keyakinan lebih baik dibatalkan saja.
Baca juga: Gisel Masih Trending, Kini Viral Video Syur Mirip Jedar dengan Durasi Lebih Panjang
Baca juga: Lagi-lagi Viral Video Syur Diduga Gisel, Sedang Liburan Disponsori Raffi Ahmad
Baca juga: Setelah Tobat Jadi Preman dan Masuk Kopassus Untung Pranoto Masih Ditolak Calon Mertua, Ini Kisahnya
Baca juga: BREAKING NEWS: Baku Hantam Terjadi di SPBU Ngaliyan Kota Semarang, Polisi Buru Pelaku
Pernikahan memang merupakan momen yang sakral karena di dalamnya memuat janji pasangan yang akan berumah tangga.
Oleh sebab itu, banyak orang mempertimbangkan berbagai hal agar pernikahan tersebut berjalan lancar hingga maut memisahkan.
Bagi masyarakat Jawa, satu di antara pertimbangan tersebut adalah weton.
Weton merupakan hari kelahiran berdasarkan perhitungan hari dalam kalender Jawa meliputi Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.
Ada yang percaya, hari pasaran ini dapat menjadi tolok ukur dalam menentukan kecocokan si pasangan.
Seperti yang dilakukan Faris Fardianto (32), warga Semarang Utara, beberapa waktu lalu sebelum melangsungkan pernikahan.
Dia sampai berkali-kali datang ke orang pintar atau dukun weton untuk menentukan tanggal pernikahan yang tepat.
Selain sudah menjadi tradisi di dalam keluarganya yang menjunjung tinggi budaya Jawa, Faris merasa ada yang kurang jika belum memastikan weton saat akan melangsungkan pernikahan.
"Saya bolak-balik ke dukun weton sampai lima kali. Ya, pokoknya sesuai krenteke ati wis mantep (sesuai kemantapan hati). Selain weton kami berdua dihitung, saya dikasih (saran) bulan dan jam (pernikahan) yang bagus sesuai weton. Setelah itu minta saran ke pihak orangtua saya sampai beberapa kali," kata dia kepada Tribunjateng.com, Minggu (8/11/2020).
Faris mengaku yakin perhitungan weton ini sangat mujarab untuk memperkirakan kehidupan dirinya dan pasangannya.
Termasuk saat pernikahannya telah berjalan tiga tahun ini.
Menurutnya, rumah tangganya yang ia sebut harmonis hingga dikaruniai seorang putri tersebut tidak lepas dari rasa percayanya.
"Apa yang saya rasakan sekarang itu karena percaya bahwa hitung-hitungan weton sangat mujarab untuk memperkirakan kehidupan kelak. Menurut saya, weton yang jelek akan tertimpa malapetaka sedangkan weton yang bagus akan memunculkan kebahagiaan bagi kedua belah keluarga yang disatukan," kata Faris.
Pakar Kejawen sekaligus budayawan asal Salatiga, Sujisno (68), menjelaskan, pernikahan berdasarkan weton merupakan sebuah kepercayaan bagi pemiliknya.
Dalam kepercayaan Jawa, menurutnya, menentukan waktu akad nikah harus dilaksanakan pada hari yang tepat.
Bahkan pula dengan ketepatan perhitungan jam hingga detik.
Hal itu tidak lepas dari tiga siklus global yang ada di dalam kepercayaan tersebut meliputi matahari terbit, matahari di tengah, dan matahari terbenam.
"Itu untuk pagi dan sore pergantiannya ada persekian menit status quo, artinya tidak ada status dari pagi ke siang. Dari sekian menit itu tidak ada status, tidak pagi dan tidak siang. Pada kepercayaan Jawa, anak yang lahir saat itu bukan anaknya," terangnya kepada Tribunjateng.com, Senin (2/11/2020).
Pada siklus pernikahan, ia menyebut ada lima fase dalam penghitungannya.
Fase tersebut dimulai pukul 06.00 WIB dalam fase detik.
Bagi orang-orang yang melaksanakan ijab kabul dalam waktu-waktu yang telah ditetapkan tersebut, menurutnya tidak dapat digeser atau diubah walau hanya satu detik.
Ia mencontohkan Selasa Wage ada dua waktu yang terbaik dalam menikahkan anak, yaitu slamet rejeki dan slamet bahagia.
Ia memilih paling utama adalah slamet bahagia.
"Kalau slamet sugeh masih kalah dengan slamet bahagia. Siklus itu katakanlah untuk hari ini pukul 08.33 sampai 10.32 WIB, fasenya hanya menit itu. Slamet bahagia ijab sumpahnya itu 10.35 WIB, sudah lain," tuturnya.
"Saya sudah banyak niteni (menandai). Itu bersumpah atas nama Tuhan, itu paling sakral menurut saya," imbuh dia.
Terkait penghitungan tanggal pernikahan melalui penanggalan Jawa, menurutnya jika hari pasaran yang akan melangsungkan pernikahan itu kurang cocok, tetap bisa diusahakan agar lebih baik.
Salah satu contoh kata dia, ketika weton A dan weton B menghasilkan hitungan di bawah 25.
Jumlah yang menurutnya menunjukkan ketidaktenangan dalam pernikahan itu masih dapat direkayasa.
Ia memberikan solusi, anak perempuan yang akan dinantikan tersebut diberikan kepada orang lain.
"Jadi yang mantu bukan saya, melainkan orang lain. Walinya tetap sama, tapi niat yang menikahkan itu orang lain. Setelah selesai baru ditebus, ada sesaji khusus," jelas dia. (idy)
Baca juga: Arho Pemain Timnas U-19 yang Lahir dari Ibu Penjual Sayur Keliling
Baca juga: Andika Mahesa Ceritakan tentang Bubarnya Kangen Band, Dimulai Pertengkaran dengan Sang Gitaris
Baca juga: Pria Itu Bertingkah Aneh saat Polisi Datang Membantu Benahi Kotak Ayam, Ternyata Isinya Mengerikan
Baca juga: Gisel Masih Trending, Kini Viral Video Syur Mirip Jedar dengan Durasi Lebih Panjang