Focus

Solidaritas bagi Pengungsi Merapi

Penulis: Abduh Imanulhaq
Editor: moh anhar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Fokus Tribun Jateng, Edisi Rabu, 25 November 2020

Penulis: Abduh Imanulhaq, wartawan Tribun jateng

JUMLAH pengungsi Gunung Merapi terus bertambah. Di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, kini menjadi 260 orang.

Kenaikan jumlah pengungsi ini juga terjadi di pos pengungsian yang tersebar di tiga daerah di Jawa Tengah. Ada tiga kabupaten di provinsi ini yang rentan bahaya letusan Merapi, yaitu Boyolali, Klaten, dan Magelang.

Mayoritas pengungsi adalah warga lansia dan kanak-kanak. Mereka dijauhkan dari tempat tinggalnya sebagai antisipasi sewaktu-waktu Merapi meletus.

Tak ada perasaan lain kecuali empati dan solidaritas yang kita sampaikan. Kita merasakan betul pedih dan penatnya perasaan orang-orang yang terpaksa meninggalkan kampung halaman.

Proses evakuasi ini akan terus berlangsung hingga Merapi dinyatakan tak berbahaya lagi. Warga yang belum mengungsi diimbau selalu waspada. Terutama yang tinggal dan beraktivitas dalam radius lima kilometer dari puncak atau Kawasan Rawan Bencana III.

Bantuan dari sejumlah pihak terus berdatangan mendukung upaya pemerintah daerah. Dari perusahaan dan perorangan, tak segan menyumbangkan hartanya.

Baca juga: Rizieq Shihab Tolak Tes Swab, Wagub DKI Sampaikan Nominal Denda yang Harus Dibayar 

Baca juga: PT KAI Sudah Buka Pemesanan Tiket Jarak Jauh untuk Liburan Natal & Tahun Baru 2020

Baca juga: Hari Guru di Kala Pandemi

Tak ketinggalan para relawan bersama polisi dan tentara menyumbangkan tenaga membantu proses evakuasi dan melayani pengungsi. Terima kasih sebesar-besarnya kita haturkan atas kepedulian mereka.

Di sisi lain, aktivitas vulkanik Merapi telah melampaui kondisi siaga saat meletus tahun 2006. Jika meletus secara eksplosif, skalanya diperkirakan tak akan sebesar letusan tahun 2010.

Karena alam memiliki daulatnya sendiri, tentu saja erupsi gunung berapi tak bisa dicegah. Upaya yang bisa dan harus dilakukan adalah menghindarkan jatuhnya banyak korban.

Tak berlebihan jika pemerintah berikhtiar sekuat tenaga agar jumlah korban erupsi bisa diminimalkan. Bahkan kalau bisa nihil sehingga tak ada anak-anak yang menjadi yatim-piatu atau orangtua yang kehilangan putra-putrinya.

Dari sudut ini, kita bisa menilai betapa pentingnya manajemen pencegahan dan penanggulangan bencana yang paripurna. Dimulai dari pengelolaan risiko, tanggap darurat hingga pemulihan.

Terlebih kita tahu, Indonesia memang tak banyak bisa mengelak dari berbagai risiko bencana alam. Posisi geografis negeri kita terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.

Tak kurang dari lembaga milik PBB yang fokus pada pengurangan risiko bencana, UN-ISDR, menyatakan Indonesia sebagai negara paling rawan terhadap bencana di dunia. Kita menempati peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi.

Sebagai negara yang rawan bencana, sejak dulu masyarakat kita pun memiliki kearifan lokal dalam mengenalinya. Berbagai pertanda alam di sekitar Gunung Merapi pun menunjukkan proses erupsi terus berlangsung.

Halaman
12

Berita Terkini