Saat itu saya mengajukan IMB dan perubahan KRK namun tidak bisa karena lokasi rumah merupakan kawasan hijau dan diperuntukkan bagi RTH," jelasnya.
Untuk meyakinkan diri, ia kemudian meminta keterangan pada Dinas Penataan Ruang (Distaru) Kota Semarang.
Walden mendapat jawaban bahwa rumah yang dimaksud berada di bawah saluran Sutet dan di atas kawasan hijau.
"Saya mencoba menghubungi penjual tapi selalu menghindar.
Sehingga saya putuskan untuk melaporkan ke Polda," ucapnya.
Kuasa hukum Walden dari Law Office Hendra Wijaya dan Partners, Febrian Prima mengungkapkan, selain menempuh upaya pidana, juga berupaya menempuh upaya perdata agar kerugian kliennya bisa dikembalikan.
Diketahui, pembayaran rumah sudah 21 kali dan masih kurang 15 kali.
Namun, dari pembayaran menggunakan cek yang dilakukan, diketahui ada beberapa cek yang belum dicairkan.
"Karena tak ingin disalahgunakan, kami mencoba memblokir cek yang belum dicairkan.
Namun dari bank menolak dengan alasan melindungi nasabah.
Blokir bisa dilakukan kalau cek rusak atau hilang," tambahnya.
Kekecewaan semakin bertambah usai mendengarkan saran dari pihak bank.
Walden sebagai pelapor diminta membuat keterangan cek hilang atau rusak agar bisa diblokir.
Padahal faktanya, cek yang akan diblokir masih ada.
"Seolah orang bank ingin menjebak klien saya.