UNS Surakarta

Selamat Tinggal Tahun Miskomunikasi Selamat Datang Resiliensi

Editor: abduh imanulhaq
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yudi Sastroredjo, Mahasiswa Magister Manajemen Komunikasi UNS/Koordinator TU UPT Layanan Internasional UNS

Seorang pejabat publik harus memiliki konsep matang dengan mengelaborasi seluruh data dan fakta menjadi sebuah pesan informasi yang dapat disampaikan ke masyarakat. Pesan informasi ini tentunya harus relevan dan tepat dengan situasi saat pandemi ini. Peran pejabat publik dalam menyampaikan pesan informasi yang baik dan tepat tentunya akan menjaga dan membangun reputasi serta menciptakan rasa aman bagi publik.
Berbagai studi telah menunjukkan, kualitas komunikasi merupakan salah satu faktor penting bagi terbangunnya kepercayaan. Dalam masa krisis, komunikasi yang berkualitas berperan penting bagi terbangunnya kepercayaan diri publik untuk menghadapi krisis, meredam kepanikan, meminimalisir rumor dan membantu publik menyiapkan diri menghadapi krisis.

Salah satu model yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi efektif pada masa krisis adalah Crisis and Emergency Risk Communication (CERC) yang digagas oleh Barbara Reynolds dan Matthew W Seeger (2005). Adapun langkah komunikasi itu terdiri dari 5 tahapan.

Pertama, pre-crisis. Sebelum krisis, komunikasi krisis mesti diarahkan pada upaya-upaya untuk menyiapkan publik mengenai apa yang akan terjadi atau dengan kata lain melakukan upaya mitigasi, bukan dengan denial terhadap potensi krisis.

Kedua, initial event. Di awal krisis, komunikasi krisis sudah siap dengan situasi yang berubah dengan cepat. Early crisis communication yang direkomendasikan contohnya, berbicara dengan satu pesan yang konsisten, merespon secara cepat namun tetap akurat, dan bersikap terbuka. hal yang tidak direkomendasikan adalah berspekulasi tentang penyebab krisis dan mengatakan "no comment". Orang seperti mendengar “saya bersalah” atau “saya menyembunyikan sesuatu” ketika seorang pejabat publik mengatakan “no comment”.

Informasi-informasi yang disampaikan juga punya peran yang serupa dengan meletakkan kejadian awal krisis dalam konteks yang relevan, tidak membesar-besarkan dan tidak juga meremehkan. Dengan begitu publik bisa memasuki masa krisis dengan berpegang pada informasi yang akurat.

Ketiga, maintenance. Selama krisis berlangsung, komunikasi krisis diarahkan pada mode krisis, mengidentifikasi kondisi yang sedang terjadi saat ini dan mulai memikirkan strategi alternatif mengenai banyak hal.

Keempat, resolution. Resolusi ini pada dasarnya merujuk pada proses komunikasi krisis yang mesti dilakukan jika sudah diketahui atau setidaknya bisa diprediksi kapan krisis yang ada akan berakhir. Prediksi itu yang memungkinkan penilaian terhadap dampak apa yang akan dihadapi ketika krisis berakhir, misalnya saja seperti resesi ekonomi. Dan yang terakhir adalah evaluation.

Agaknya kita masih harus bersabar menunggu kapan kita masuk tahapan resolution, masa di mana krisis telah bisa diprediksi kapan berakhir. Prediksi-prediksi tentang efektivitas vaksin Covid-19 masih begitu membingungkan publik saat ini. Sabar dan resiliensi mungkin bisa menjadi modal kekuatan untuk menyambut tahun 2021 yang telah datang.

Resiliensi atau ketabahan sering didefiniskan sebagai kemampuan adaptasi, koping, menghadapi kesulitan dan bangkit kembali dari situasi yang sulit. Al Siebert mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan individu untuk bangkit kembali dari keterpurukan yang terjadi dalam perkembangannya. Awalnya mungkin ada tekanan yang mengganggu. Namun orang-orang dengan resiliensi yang tinggi akan mudah untuk kembali ke keadaan normal bahkan ke situasi new normal. (*)

Berita Terkini