WHO Ungkap Kebohongan China soal Covid-19, Beberkan Hasil Wawancara dengan Pasein Pertama Corona
TRIBUNJATENG.COM - Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) mengungkapkan kebohongan China terkait Covid-19 di Wuhan.
Tim ahli dari WHO menemukan indikasi jika Covid-19 yang pertama kali muncul di Wuhan, China, pada 2019 sebenarnya jauh lebih luas daripada yang diperkirakan.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu tim ahli dari WHO yang menyelidiki asal-usul Covid-19 di Wuhan beberapa waktu lalu, Peter Ben Embarek, kepada CNN.
Embarek mengatakan, pihaknya mendesak untuk mendapatkan akses terhadap ratusan ribu sampel darah di Wuhan.
Baca juga: Akhir Kisah Cinta Terlarang Bu Guru dan Wali Murid, Perselingkuhan Disaksikan Langsung Si Anak
Baca juga: Banyak Pesepak Bola Dibully, Pemain AC Milan: Instagram, Twitter, dan Facebook Harus Bertindak
Baca juga: Kabar Terkini Bu Dendy yang Dulu Viral karena Lempar Pelakor Uang Jutaan
Namun, otoritas China sejauh ini belum mengizinkan permintaan itu.
Embarek mengatakan kepada CNN dalam sebuah wawancara bahwa upaya penyelidikan tersebut telah menemukan beberapa tanda penyebaran Covid-19 pada 2019 yang lebih luas.
Dia juga menyebut ada lebih dari selusin strain virus yang sudah ada di Wuhan pada Desember 2019 sebagaimana dilansir dari 9News, Senin (15/2/2021).
Tim tersebut juga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan pasien pertama yang menurut pejabat China telah terinfeksi tanpa catatan riwayat perjalanan.
Dia dilaporkan terinfeksi pada 8 Desember 2019.
Keterlambatan data yang lebih rinci yang dikumpulkan oleh tim dari WHO itu dapat menambah kekhawatiran para ilmuwan lain yang meneliti asal-susul Covid-19.
Pasalnya, para ilmuwan khawatir jika penyakit tersebut kemungkinan telah menyebar di China jauh sebelum kemunculan resminya yang pertama pada pertengahan Desember 2019.
"Virus itu telah beredar luas di Wuhan pada Desember (2019), yang merupakan temuan baru," ujar Embarek kepada CNN.
Dia menambahkan, tim telah diberikan catatan 174 kasus virus corona di sekitar Wuhan pada Desember 2019 oleh para ilmuwan China.
Dari 100 kasus tersebut telah dikonfirmasi oleh tes laboratorium sedangkan 74 kasus lainnya melalui diagnosis klinis dari gejala pasien.