"Demi melaksanakan tugas, salah satu anggota tim kami bahkan sempat terpapar Covid-19.
Dia isolasi mandiri tanpa ada bantuan apapun dari pihak RSUD," kata Heri.
Heri mengatakan, banyak di antara petugas pemulasara jenazah adalah keluarga penuh keterbatasan dari sisi ekonomi.
"Mereka tak ada pekerjaan lain.
Masa selama berbulan-bulan untuk makan sehari-hari saja kami harus berutang?
Makan selama di rumah sakit kami bahkan ambil kantong sendiri," ujarnya.
Meski berencana mogok bekerja selama dua pekan, Heri berharap aksi mogok tersebut tak berkepanjangan.
"Kami mohon kepada pemangku kebijakan, dalam hal ini Direksi di RSUD Subang agar mendengar keluhan kami. Kami tak mau aksi ini berkepanjangan," katanya.
Heri mengatakan, meski selama ini insentif kereka tak cair-cair, para pemulasara jenazah tak pernah meminta imbalan dari akhli waris jenazah atas apa yang telah mereka lakukan.
Selama ini, menurut Heri, sering tersiar kabar di media sosial bahwa mereka menerima sejumlah uang untuk memulasara jenazah.
"Bahkan ada juga yang menuding saya meminta uang Rp 1,5 juta untuk memakamkan jenazah Covid-19 yang datang dari luar RSUD.
Saya bahkan sempat dipanggil ke kantor oleh pimpinan.
Tapi saya tidak mengaku karena saya tidak merasa meminta dan tidak ada bukti," kata Heri ketika kembali ditemui di kediamannya di Kelurahan Karanganyar, Kabupaten Subang, kemarin.
Heri mengatakan, jumlah insentif atau honor mereka yang belum dibayar ini jumlahnya variatif.
"Tenaha harian lepas ada yang belum dibayar satu bulan, ada juga yang belum dibayar tiga minggu.