Berita Semarang

Saksi Bisu Rumah di Jalan Belimbing Semarang Tempat Persembunyian DN Aidit Gembong PKI

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sanjoto veteran yang pernah bertugas menjadi intelijen TNI pada 1965 saat ditemui Tribunjateng.com di kediamannya di Jalan Belimbing Raya Nomor 34 Kota Semarang, Senin (6/9/2021).

TRIBUNJATENG.COM -- Sanjoto (90) veteran yang pernah bertugas intelijen TNI pada 1965 saat ditemui Tribunjateng.com di kediamannya di Jalan Belimbing Raya No. 34 Kota Semarang, Senin (6/9). (TRIBUNJATENG/BUDI SUSANTO)

Meski usia sudah 90 tahun daya ingat Mbah Sanjoto masih baik. Dia bisa menuturkan secara runut sejarah G30S PKI bahkan masih ingat tugas-tugas intelijen yang dia emban.

Tanggal 1 Oktober mendapat instruksi memberangus dan melacak pergerakan PKI.

Jika anak kekinian menyebut bulan sembilan dengan nama September ceria. Berbeda dengan Kapten Sanjoto seorang veteran berusia 90 tahun.

Baginya, September menjadi bulan berdarah, karena terjadi pemberontakan yang menimbulkan kekacauan pada tahun 1965 silam.

Bahkan dalam peristiwa itu, tujuh perwira TNI yang saat itu bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) jadi korban keganasan pemberontakan G30S (Gerakan 30 September).

Satu di antara sejarah hitam Republik Indonesia itu masih diingat betul oleh Sanjoto, yang pernah ikut menumpas pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ingatannya masih tajam saat menuturkan deretan panjang peristiwa yang membuat situasi Republik Indonesia memanas kala itu.

Saat ditemui Tribunjateng.com di kediamannya di Jalan Belimbing Raya No 34 Semarang, Mbah Sanjoto berapi-api memaparkan gejolak di Indonesia saat G30S terjadi.

"Saat itu saya bertugas di kesatuan intelijen TNI Kota Semarang, awal terjadi pemberontakan kami tidak tahu karena informasi baru masuk ke daerah-daerah termasuk Kota Semarang satu jam setelah pembantaian tujuh perwira. Kalau tidak salah pada 1 Oktober," kata Mbah Sanjoto berapi-api, Senin (6/9/2021).

Lacak gerakan

Mendapat informasi adanya pemberontakan, Sanjoto dan banyak anggota TNI di Kota Semarang waktu itu kalang kabut.

"Kami bingung, karena kejadiannya dini hari. Mau berbuat apa juga bingung, lantaran dari pimpinan belum ada perintah resmi," ucapnya.

Tepat 1 Oktober 1965 pagi, Sanjoto bersama anggota TNI yang bertugas di Kota Semarang langsung mendapat instruksi untuk memberangus dan melacak pergerakan PKI.

"Hampir sepekan lebih kami mencari dan mendatangi berbagai tempat yang diduga menjadi sarang PKI. Waktu itu saya dibekali senjata lengkap, namun kami tetap tak bisa mendeteksi di mana tempat yang digunakan untuk PKI berkumpul di Kota Semarang," paparnya.

Sanjoto mengatakan, dirinya pernah mengawal Presiden Soekarno dari Losari Brebes hingga Tegal pada September 1952. Pada waktu 11 Oktober 1965 pagi, ia mendapat informasi gembong PKI, DN Aidit melarikan diri dari Jakarta ke Surakarta, dan singgah di Kota Semarang.

"Setelah mendapat informasi tersebut, pimpinan meminta saya menyergap sebuah rumah di Jalan Belimbing.

Namun saat tim bersenjata lengkap bersama saya datang rumah itu kosong.

Hanya ada bendera PKI yang tertempel di dinding ruangan, serta ada catatan di papan tulis, mengenai jalur pelarian menuju Surakarta.

Informasi saat itu ada beberapa mobil berplat nomor B yang digunakan DN Aidit beserta rombongan," katanya.

Ia pun memberikan informasi mengenai jalur pelarian itu, kemudian TNI di beberapa daerah memperketat penjagaan serta pemeriksaan ketat di perbatasan.

"Saat itu Letkol Untung dalang G30S, selain DN Aidit, juga tertangkap dan tertembak di Tegal, kemungkinan ia ingin bergabung ke Semarang untuk melarikan diri," jelasnya.

Markas PKI

Menurut Sanjoto, rumah di Jalan Belimbing Semarang, yang kini ia tinggali, menjadi tempat berkumpulnya gembong-gembong PKI di Kota Semarang.

"Dulu rumah ini jadi sentral untuk rapat PKI, saat itu pimpinan PKI Kota Semarang, Komsa Hamzah, ia yang punya tempat ini dan menjadikan rumah ini menjadi markas PKI di Kota Semarang," tutur Sanjoto.

Ditambahkannya, pergerakan PKI saat itu sembunyi-sembunyi, bahkan TNI kesulitan melacaknya.

"Kalau sekarang mirip gerakan teroris yang sangat susah dideteksi," tutur dia. (Budi Susanto)

Baca juga: Bocah yang Jadi Korban Ritual Pesugihan Orangtua Jalani Operasi Mata

Baca juga: Kejar Percepatan Vaksinasi, Pemprov Jateng Tambah 20.000 Dosis untuk Kabupaten Jepara

Baca juga: Resep Udang Keju ala Gacoan, Bisa Jadi Camilan atau Lauk Makan Malam

Baca juga: Saksi Mata Ungkap Polisi Tancap Gas Mobilnya Setelah Tabrak Pengemudi Motor Hingga Tewas

Berita Terkini