Di sekolah, guru ARY sering kewalahan mengajaknya masuk untuk belajar.
Hal yang dilakukan ARY di sekolah adalah memperhatikan sepeda motor gurunya.
Guru sudah membujuk ARY dengan berbagai cara, mulai dari yang halus sampai yang kasar.
Namun, ARY tetap bergeming.
"Dibujuk enggak mau, dikasari enggak mau juga. Serba salah anak ini, susah," kata dia.
Beli bensin atau ambil dari sepeda motor Untuk mendapatkan bensin, ARY melakukan berbagai cara.
Jika punya uang, ARY akan membeli bensin kemudian meminumnya di tempat yang dia rasa aman dan nyaman.
Kadang bensin tidak langsung dihabiskan.
Cairan itu disimpan untuk diminum nanti.
Beberapa orang penjual bensin di sekitar rumah ARY tidak lagi memberikan ARY bensin karena sudah mengetahui kebiasaanya.
"Tapi kan enggak semua orang tahu kebiasaannya. Kadang dia juga bilang beli untuk kereta (sepeda motor) ayahnya, jadi dikasihkan lah."
"Dan saat membeli pun, dia curi-curi kesempatan pas kita lengah, lari aja itu dari rumah," kata Uci.
Begitupun ketika tidak punya uang untuk membeli bensin.
ARY nekat mengambil dari sepeda motor.
Dia mengaku heran bagaimana anaknya mengetahui cara mencabut selang minyak sepeda motor tersebut.
Dia menduga ada yang memberitahu kemudian dilakukan ARY terus menerus.
Uci sudah sering mengganti bensin orang yang mengaku bensin di sepeda motornya diambil ARY.
ARY Ingin bebas dan kabur dari rumah
Jika sedang tidak bekerja, Uci selalu bersama anaknya di dalam rumah dan pintu selalu ditutup.
Begitupun ketika anaknya ingin bermain di luar rumah, selalu dalam pantauan.
Hal tersebut dilakukan karena ARY selalu ingin pergi dari rumah.
"Saya tutup pintu, menjaga dia jangan keluar. Karena kalau dia keluar, dia enggak pernah mau pulang."
"Dia ikuti ke mana arah kakinya, ke situ dia. Dia sempat pergi jauh. Nanti pergi dengan pakaian lengkap, nanti pulangnya enggak lengkap lagi."
"Pernah dia pergi sampai ke Bendang, Kapias, Koramil 17, Sungai Dua, Batu Lima. Itu jauh kali dari rumah," ujar Uci.
Beruntung, di sejumlah daerah masih banyak yang mengenali ARY.
Kejadian terakhir pada Jumat pekan lalu.
Pada malam sebelumnya, Uci yang bekerja sebagai penata rias pengantin pulang pukul 01.00 WIB dan tidur pukul 01.30 WIB.
Dia bangun pukul 06.00 WIB.
Saat bangun, Uci menyadari anaknya sudah tidak ada di rumah.
Seisi rumah bingung dan kesulitan mencari ARY.
"Jadi saya pun mau lapor polisi percuma karena belum 24 jam, saya bingung. Kalau anak normal saya tunggu sampai balik."
"Tapi ini kan enggak anak normal. Saking bingungnya, mau tak mau, malu tak malu saya unggah di Facebook saya dan selang setengah jam ada yang kasih tahu keberadaannya," kata Uci.
Saat Uci menuju lokasi yang dimaksud, orangtua adik iparnya melihat ARY berada di Jalan Sudirman, tepatnya di depan kantor Kejaksaan Negeri Tanjung Balai.
Saat akan dijemput, ARY menyeberang tanpa peduli lalu lalang kendaraan.
Saat itu, ARY sedang memegang botol berisi bensin.
"Di situ pakaian dan badannya bau parit. Entah disiram pakai air parit atau dimasukkan ke parit lah. Udah itu mulutnya bengkak dan ada bekas tamparan di pipinya."
"Saya sebagai orangtua mau kek manapun kekurangannya, saya sangat sedih."
"Kok sampai hati kali lah gitu. Tapi iya lah, mungkin orang khilaf atau dia buat kesalahan," kata Uci.
Uci menyerah
Uci mengaku kadang menyerah dengan keadaan ARY.
Bahkan pernah terlintas di benak Uci, dia rela ARY "dipanggil" Tuhan jika benar Tuhan menyayangi anaknya itu.
"Orang kadang bilang dikurung lah. Orang yang tak mengalami yang saya alami mudah bicara."
"Ini sangat berat, kadang saya menyerah. Gini, kalau Tuhan sayang dengan dia, udah lah ambil lah dia."
"Hanya saja, saya minta jangan sempat dia enggak nampak sama saya. Kalau mau ambil nyawa dia, ambil di depan saya. Karena saya rasa penderitaan dia itu cukup banyak," kata Uci.
ARY merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Empat anak Uci tumbuh normal.
Satu di antaranya meninggal dunia.
Kakak ARY yang paling besar sudah duduk di bangku SMA.
Kemudian saudara ARY lainnya sudah masuk SMP dan adiknya yang paling kecil berusia tiga tahun kini sudah lebih jelas ketika berbicara.
Berbagai pengobatan dari obat kampung sampai rumah sakit sudah dilakukan.
Namun, hasilnya nihil.
"Harapan saya, mudah-mudahan ada yang bantu kami supaya anak saya sembuh, normal, bisa sekolah seperti anak lainnya."
"(supaya) Dia enggak terpikir lagi dengan kecanduan bensin. Kalau lah ada yang bisa bantu, cuma Allah yang bisa balas. Saya tak bisa balas," ucap Uci. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Bocah 10 Tahun Minum Bensin Selama 5 Tahun, di Usia Setahun Makan Paku dan Pecahan Beling"