TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Masalah yang terjadi di tubuh Partai Demokrat antara kubu yang dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY ) dengan kubu KSP Moeldoko terus bergulir.
Juru Bicara sekaligus Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyampaikan pernyataan terkait hal tersebut.
Seperti diiketahui, kasus yang hingga kini masih bergulir di kubu partai berlogo Mercy tersebut terkait upaya pengambialihan partai oleh KSP Moeldoko melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang dinilai ilegal oleh partai Demokrat kubu AHY.
Baca juga: Beli 4 Sisir Pisang di Pasar Sota Merauke, Jokowi Bayar Rp 1 Juta
KLB yang diselenggarakan di Deli Serdang beberapa bulan lalu itu kini juga sudah ditetapkan ditolak oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Menkumham Yasonna Laoly.
Atas dasar itu, pihak Partai Demokrat melalui Herzaky menegaskan, saat ini KSP Moeldoko memiliki dua opsi berkaitan dengan kasus yang sekarang masih berjalan.
Pilihan pertama kata Herzaky yakni Moeldoko harus mundur dari upayanya di kasus ini, dan mengakui kesalahannya karena sudah jelas upayanya sudah ditolak oleh Kemenkumham.
"Kami yakin, masih ada ruang perbaikan bagi siapapun manusia di muka bumi ini yang telah berbuat khilaf atau salah.
Bukankah saat ini Tim KSP Moeldoko pun sudah cerai-berai?," kata Herzaky dalam konferensi pers yang digelar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Minggu (3/10/2021).
Sedangkan opsi yang kedua yang ditawarkan oleh Partai Demokrat kubu AHY kepada Mantan Panglima TNI itu adalah, tetap maju namun martabat kehormatannya akan turun.
Tak hanya kehormatan pribadi Moeldoko akan tetapi juga kehormatan keluarga dan orang terdekatnya.
"Bukan saja kehormatan pribadi, tetapi juga kehormatan keluarganya.
Kami yakin, Inshaallah, bersama Tuhan dan dukungan rakyat Indonesia, kami dapat memenangkan proses hukum ini," lanjutnya.
Herzaky berpandangan proses hukum yang ditempuh oleh Moeldoko saat ini tidak masuk akal.
Bahkan dirinya menilai berbagai gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko merupakan bagian dari pembodohan publik.
Satu di antaranya yakni gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 150 atas gugatan KSP Moeldoko dan Johny Allen Marbun.