Berita Kudus

Dalam Kajian, Satu Mesin Cetak PD Percetakan Kudus Akan Dijual Untuk Optimalisasi Kinerja 

Penulis: raka f pujangga
Editor: moh anhar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Plt Direktur PD Percetakan Kudus, Harun Rosyid, menunjukkan mesin Weihai Hamada yang akan dijual.

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus akan melakukan kajian untuk pengadaan peralatan mesin cetak yang sesuai kebutuhan masa kini.

Bupati Kudus, HM Hartopo menyampaikan, ‎untuk mengoptimalkan kinerja Perusahaan Daerah (PD) Percetakan Kudus perlu melakukan upgrade mesin untuk memenuhi permintaan.

"‎Ini sedang kami lakukan kajian supaya percetakan ini mempunyai mesin yang bisa memenuhi permintaan kekinian," jelas dia, Jumat (21/1/2022).

Hartopo mencontohkan mesin cetak spanduk dan baliho yang belum dimiliki PD Percetakan Kudus.

Baca juga: Polantas Blora Ajak Pelajar Menjadi Pelopor Protokol Kesehatan Dan Tertib Berlalu Lintas

Baca juga: Jadwal Proliga 2022 Hari Ini, Bandung BJB Vs Jakarta Elektrik dan Kudus Sukun Vs Jakarta BNI

Padahal, kata dia, permintaan untuk spanduk dan bali‎ho tersebut cukup banyak dan membantu pemerintah daerah melakukan sosialisasi.

"‎‎Kami sendiri ‎kalau sosialisasi membutuhkan reklame seringnya order dari luar. Karena PD Percetakan tidak punya mesinnya, jadi printer spanduk ini harus ada," kata dia.

Pihaknya akan mengevaluasi sejumlah mesin ‎yang ada di sana agar bisa dioptimalkan untuk memberikan laba.

‎Termasuk rencana untuk menjual satu mesin cetak merek Weihai Hamada 66 karena dinilai tidak memenuhi kebutuhan.

"‎‎Kajian nanti tentunya ada‎. Kalau mau dijual silakan bisa dibelikan yang lebih baik," kata dia.

Sedangkan untuk sumber daya manusia (SDM), PD Percetakan Kudus dinilai sudah cukup memadai.

"‎‎Kebutuhan SDM sudah ada, mesin saja yang belum ada," ujar dia.

Sementara itu, Plt Direktur PD Percetakan Kudus, Harun Rosyid menjelaskan, rencana penjualan alat cetak Weihai Hamada tersebut karena sering rusak.

Dalam setahun, biaya untuk menangani kerusakan alat cetak itu mencapai s‎ekitar Rp 25 juta per tahun.

"Padahal mesin tersebut tidak bisa menghasilkan keuntungan lebih dari biaya perbaikannya," ujar dia.

Saat ini, dia tengah mengkaji untuk melelang mesin cetak tersebut dan diganti dengan mesin lainnya yang lebih dibutuhkan.

Halaman
12

Berita Terkini