TRIBUNBANYUMAS. COM, BANJARNEGARA - Senin siang, (14/1/2022), terik matahari terasa menyengat tapi Santosa dan Nuryanto masih semangat.
Mereka fokus memandu kerbau-kerbaunya untuk membajak lahan sawah di Desa Jenggawur, Banjarmangu.
Sesekali mereka memecut kerbaunya agar terus berjalan mengikuti komando. Meski langkahnya berat tertahan lumpur, kerbau itu terus berjalan mengitari lahan.
Beban hewan itu tambah berat karena harus menarik garu maupun luku yang menancap ke lahan. Tubuh petani yang menumpang di atas garu juga menambah berat bebannya.
Bajak tradisional yang memanfaatkan tenaga kerbau masih diminati petani di Desa Jenggawur. Meski pemandangan seperti ini sudah jarang dijumpai.
Membajak menggunakan tenaga kerbau memang butuh kesabaran. Langkah hewan itu tak secepat mesin traktor yang digerakkan bahan bakar. Tetapi hasil membajak kerbau belum tergantikan.
"Kaki kerbau menancapnya dalam. Bisa membajak lebih dalam, " kata Santosa, operator bajak kerbau dari Desa Jenggawur
Alasan itu yang membuat sebagian petani di desa ini lebih menyukai jasa bajak kerbau daripada traktor. Nuryanto, operator bajak kerbau mengaku tak mampu melayani permintaan petani untuk membajak sawah mereka.
Ia merasa tenaganya sudah uzur. Sementara pekerjaan itu butuh tenaga lebih ekstra.
Ia hanya mampu membajak lahan dengan luasan terbatas. Karena itu, tidak semua permintaan petani ia layani.
Mereka pun mengaku tak pernah sepi job.
"Tenaganya saya yang sudah tidak kuat, " katanya
Meski masih dibutuhkan petani, nasib bajak kerbau tetap berada di ujung tanduk. Bagaimana tidak, di Desa Jenggawur, hanya ada empat operator bajak kerbau yang masih bertahan. Termasuk mereka berdua.
Rata-rata mereka pun sudah berusia lanjut.
Suatu saat, mereka pasti akan pensiun jika tenaga sudah kendur. Sementara belum ada generasi yang berminat mempertahankan mata pencaharian itu.