Oleh: Dra Kristina Sri Rahayu, Guru SMPN 16 Surakarta
SALAH satu tantangan yang mesti kita sadari selama pandemi ini adalah pendidikan di era digital. Hal ini ditandai dengan perkembangan internet dengan jaringan nirkabel, kemudian munculnya gawai yang canggih, adanya teknologi Google dan akhir-akhir ini maraknya penggunaan media sosial.
Agensi marketing We Are Social dan Platform Manajemen Media Sosial Hootsuite mengungkap bahwa lebih dari separuh penduduk di Indonesia telah aktif menggunakan media sosial pada Januari 2021. Berdasarkan frekuensi penggunaan bulanan, aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia ternyata Youtube 93,8 persen, WhatsApp 87,7 persen, Facebook 86,6 persen dan Twitter 85,5 persen.
Anak-anak yang lahir pada era digital sekarang lebih mengenal dunia luar melalui smartphone. Hal ini akan berdampak pada munculnya profesi dan cita-cita baru Youtuber, content writer, digital marketing, desain grafis, copywriter, content creator yang bisa jadi mengalahkan profesi dan cita-cita guru, dokter, perawat, insinyur, dan pilot.
Sebagai insan pendidikan, perubahan ini hendaknya mampu ‘memaksa’ guru untuk mengambil pilihan. Pilihan terbaik adalah mengubah mind set dan pola ajar dari konvensional ke pendidikan berbasis teknolosi informasi . Tentu saja guru tidak hanya menikmati perubahan dengan alasan agar tidak ketinggalan zaman, guru harus mengambil peran sebagai pengelola perubahan.
Pendidikaan hari ini harus mengantarkan siswa untuk hidup sukses di masa depan. Zaman tempat mereka hidup dan mengalami banyak perubahan. Zaman dengan munculnya profesi baru yang belum pernah dibayangkan orang saat ini.
Era digital tentu ada dampak negatif dan positifnya. Guru perlu mengembangkan segi positif pendidikan berbasis digital dan mengurangi dampak negatif pendidikan digital dalam proses pembelajaran. Guru perlu memikirkan ulang apakah selamanya tidak membolehkan siswa di sekolah menggunakan dan membawa gawai sebagai media pembelajaran yang berfungsi sebagai penghubung masa depan itu sendiri.
Namun penggunaan gawai itu harus diatur secara bijak. Ada beberapa hal yang bisa guru lakukan agar anak didik dapat menjadi peselancar yang tangguh di masa depan. Kuncinya adalah kreasi dan inovasi. Pertama, mendidik anak dengan cara kini. Kedua, mengatur transformasi teknologi. Ketiga, mengubah cara mendidik berbasis “mereka”. Keempat, memfasilitasi kecerdasan siswa. Terakhir, dengan jalan mengurangi kesenjangan ‘capacity”.
Selanjutnya, hal yang terbaik dilakukan guru dalam menyikapi perubahan yang terjadi saat ini adalah dengan menghentikan nostalgia, mengidentifikasi potensi guru selaku pendidik, ikut berubah, mendidik berbasis teladan, bergaya fasilitator, dan fokus pada visi.
Berkaitan dalam hal pendidikan yang kita laksanakan saat ini pada masa pandemi, tentu tidak dapat dihindari adanya perubahan yang terus terjadi hingga ke depan. Mau tidak mau sebagai guru harus berubah dan membawa anak didik kita ikut berubah.
Guru harus sadar bahwa perkembangan teknologi makin cepat dan kompleks. Media sosial pun juga makin beragam. Dengan perkembangan ini, adalah suatu keniscayaan bagi guru untuk menguasai Iptek. Guru tidak boleh lagi memberikan berbagai alasan untuk tidak menguasai ini. Pembelajaran dengan tatap muka atau pembelajaran jarak jauh, tidak boleh menghalangi guru untuk meng-up grade kompetensi di bidang teknologi informasi.
Demikian pentingnya perubahan dan pendidikan ini berjalan beriringan ibarat kereta yang membawa penumpang. Guru harus mampu menjadi lokomotif dan menyiapkan gerbong yang menyenangkan bagi anak-anak kita. Hidup guru! Maju terus pendidikan Indonesia! (*)