Oleh: Athok Mahfud
Alumnus UIN Walisongo Semarang
PADA suatu malam sunyi, di tanggal 27 Rajab, setahun sebelum hijrah, Nabi Muhammad menempuh perjalanan suci yang belum pernah dilakukan manusia lainnya.
Bermula ketika beliau mengunjungi Ka’bah, hingga mengantuk dan terlelap, datanglah Jibril dengan mengendarai Buraq, (mirip) seekor kuda putih bersayap dari surga.
Jibril membangunkan sang rasul dan mengajaknya pergi menembus ruang dan waktu, melintasi dimensi lain, untuk berdialog dengan Tuhan.
Perjalanan tersebut dalam khazanah Islam disebut sebagai peristiwa Isra Mikraj. Yaitu perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram (Mekah) menuju Masjidil Aqsa' (Palestina).
Dilanjutkan dengan naik ke Sidratul Muntaha yang ditempuh dalam waktu satu malam dengan mengendarai Buraq yang kecepatannya melebihi gerakan cahaya.
Di Sidratul Muntaha inilah Nabi Muhammad mencapai puncak kenikmatan spiritual karena dapat berhadapan langsung dengan Allah tanpa perantara.
Pada dasarnya Isra Mikraj menjadi peristiwa penting yang tidak hanya ditujukan bagi nabi, melainkan juga seluruh umat Islam.
Pasalnya berasal dari momen inilah umat Islam mendapatkan kewajiban menjalankan syariat salat. Dari yang awalnya dibebankan 50 kali hingga menjadi lima kali dalam sehari.
Bagi umat Islam, salat menjadi bentuk kesadaran penuh akan keterbatasan kemampuan manusia, oleh sebab itu ia membutuhkan pertolongan
Sang Pencipta
Isra Mikraj yang sudah berlalu lebih dari 14 abad ini menjadi momen yang dinantikan umat Islam di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Adapun berdasarkan SKB 3 Menteri, waktu peringatan Isra Mikraj jatuh pada 28 Februari 2022.
Sementara itu, ormas Islam Nahdatul Ulama menetapkan 27 Rajab jatuh pada 1 Maret 2022.