TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Mahfud MD menyayangkan aksi pengeroyokan pegiat media sosial, Ade Armando pada saat unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/4/2022).
Menteri Koordonator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menilai insiden pengeroyokan tersebut sangat brutal.
“Saya atas nama pemerintah menyayangkan apa yang menimpa Ade Armando di akhir acara.
Baca juga: Sebelum Dikeroyok, Ade Armando Diteriaki Buzzer
Di mana terjadi penganiayaan yang brutal,” kata Mahfud saat memberikan keterangan pers melalui YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (12/4/2022).
Setelah insiden tersebut, Mahfud meminta supaya pihak kepolisian bisa mengambil tindakan tegas secara hukum terhadap para terduga pelaku pengeroyokan.
“Saya juga sudah meminta kepada Polri agar siapa pun pelakunya, apa pun motifnya, apa pun afiliasi politiknya supaya ditindak tegas secara hukum,” tegas dia.
Ia beralasan bahwa tindakan tegas secara hukum perlu diberikan agar tak ada toleransi atas tindakan penganiayaan.
“Karena kalau hal-hal yang seperti ini kita tolerir akan berbahaya akan kelangsungan dengan negara kita,” terang dia.
Mahfud menambahkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polri agar para terduga pelaku yang sudah teridentifikasi menyerahkan diri atau akan ditangkap.
Ia menyatakan tidak sulit bagi kepolisian untuk bisa mengidentifikasi para terduga pelaku pengeroyokan.
“Kita punya alat lengkap untuk tahu apakah itu drone, CCTV di berbagai sudut sudah bisa diidentifikasi dengan tidak terlalu sulit siapa-siapa yang terlibat dalam tindakan kriminil itu,” imbuh dia.
Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi saat itu, kerusuhan mulai terjadi pukul 15.27 WIB setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel, Sufmi Dasco Ahmad, dan Lodewijk F Paulus, masuk ke kompleks parlemen.
Saat keempatnya bergerak ke pintu kecil di sisi timur, dorongan massa terlihat bergerak mengikuti keempatnya yang dibarikade pengamanan polisi dua lapis.
Saat kerusuhan dimulai, aksi dorong dan lempar botol air terlihat datang dari sisi-sisi terluar massa, khususnya dari sisi barat, massa non-mahasiswa.
Tak berapa lama, terlihat massa mahasiswa dipaksa menarik diri ke arah barat, termasuk mobil komando.