Ramadan 2022

TADARUS Tedi Kholiludin PWNU : Puasa dan Strategi Kebudayaan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi puasa. Puasa Syawal merupakan puasa sunah muakad yang pelaksanaannya dianjurkan.

DR. Tedi Kholiludin

Wakil Sekretaris PWNU Jateng
Dosen FAI Unwahas Semarang


BAGI masyarakat nusantara, Ramadan tak hanya tentang momen dimana didalamnya terdapat kewajiban melaksanakan ibadah puasa bagi umat Islam.

Lebih dari itu, Ramadan juga adalah tentang bagaimana sebuah komunitas memancangkan pelbagai srategi kebudayaan yang unik, yang ditimba dari sumur kearifan lokalnya masing-masing. Puasa di Ramadan adalah ibadah personal yang diperkuat oleh semen sosial.

Salah satu unsur penting yang terkandung dalam agama adalah ritual. Religious ritual atau ritual keagamaan merupakan ekspresi dari semua keterlibatan subjektif dari individu dengan yang sakral. (McGuire: 1992, 18)
Meskipun pengalaman secara esensial bersifat privat, manusia mencoba untuk mengkomunikasikannya melalui ekspresi keyakinan dan dalam ritual.

Ritual komunal menjadi seting bagi pengalaman keagamaan personal. Sholat, meditasi, bernyanyi dan menari adalah seting bersama bagi pengalaman keagamaan personal.

Ritual selalu mengingatkan individu terhadap kepemilikan akan hal ini, menambah intensitas terhadap kebersamaan.

Nilai dari definisi, klasifikasi dan konseptualisasi sosial mengenai agama, termasuk yang menyangkut komunitas, bisa dilihat dalam keberhasilannya menteoritisasikan dan menjelaskan fenomena sosial.

Penjelasan teoritik tentang ritual diatas bisa kita gunakan untuk memahami puasa. Sebagai sebuah pengalaman personal, pelaksanaan ibadah puasa memberikan efek yang besar secara sosial.

Tidak mengherankan jika di berbagai wilayah nusantara masyarakat menampilkan puspa warna kebudayaan untuk menghiasi puasa

Ramadan baik sebelum, saat pelaksanaan maupun sesudahnya.

Kita bisa menyebut beberapa tradisi yang mengiringi Ramadan di Jawa seperti punggahan, padusan, nyadran, megengan, dugderan, dandangan dan lainnya.

Tradisi-tradisi tersebut hadir dan menjadi lebih ekstensif setelah disaat yang sama muncul kebutuhan akan hadirnya jembatan yang menjadi penghubung identitas primordial yang multikultural.

Hari Raya

Selain tradisi yang mengiringi pelaksanaan puasa, satu momentum yang juga turut menyumbang proses integrasi sosial adalah Riyaya atau Hari Raya Idul Fitri. Clifford Geertz (1960) dalam karya klasiknya, “The Religion of Java,” menyinggung ihwal ini.

Halaman
12

Berita Terkini