OPINI

OPINI Tasroh : Pemulihan Anggaran Publik

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tasroh

Pertama, konsistensi dalam menekan transmisi Covid 19 dan sekaligus langkah antisipasi berkembangnya penyakit-penyakit "turunan" yang berpotensi merusak pemulihan anggaran publik.

Seperti tren ancaman berkembangnya virus lain yakni Hepatitis yang sudah merenggut 21 pasien anak-anak di DKI Jakarta atau potensi ancaman maraknya virus kera yang berasal dari Afrika Selatan, yang kini mulai menyebar ke daratan Eropa.

Ancaman kesehatan ini perlu diawasi sejak dini, dan aparat kesehatan masih harus bersiap-siap lagi untuk mencegah berkembangnya aneka virus baru.

IDI (2022) memprediksi, seperti pola perkembangan virus lainnya, virus Covid 19 bukan tidak mungkin juga telah bermutasi dan bertransformasi dengan melakukan "perkawinan silang" dalam peradaban virus tersebut, sehingga kewaspadaan dan ancaman bagi umat manusia masit harus terus diperjuangkan.

Jika kondisi demikian tak diantisipasi, bukan tidak mungkin akan kembali menyedot anggaran negara/daerah yang akhirnya kembali terjadi re-fokusing dan pemangkasan/penghentian berbagai pos anggaran negara dan daerah.
Kedua, audit anggaran publik.

Pemangkasan dan pelenyapan anggaran publik yang terjadi selama 2 tahun terakhir akibat pandemi Covid 19 harus memacu para pengguna anggaran bergegas melakukan audit alokasi anggaran publik.

Tujuannya tidak hanya untuk segera mengembalikan anggaran publik ke rel sesungguhnya, tetapi juga untuk memastikan dampak sosial anggaran publik tersebut.

Langkah ini menjadi strategis lantaran para desain anggaran di saat pemerintah pusat mengkampanyekan pemulihan ekonomi nasional, ternyata masih saja ditemukan anggaran-anggaran yang "menyamar" sebagai anggaran publik, tetapi sejatinya adalah upaya merelokasi anggaran untuk sekedar memenuhi hajat elite.

Kasus paling gress adalah anggaran senilai Rp 4,8 miliar dari Setjen DPR, yang dengan mengatasnamakan kepentingan publik, justru untuk pengadaan Gorden rumah dinas para wakil rakyat yang selama ini pula rumah-rumah dinas tersebut ternyata tak juga berpenghuni.

Demikian juga ditemukannya anggaran Rp 16 miliar di pos APBD Pemprov Padang, Sumbar, yang dialokasikan untuk pengadaan kendaraan dinas para pejabatnya sementara di sana masih ada 300 pegawai kesehatan belum menerima tambahan penghasilan sewaktu penanggulangan Covid 19.

Studi Banding

Sebelumnya tersiar kabar para wakil rakyat di banyak daerah melakukan bazar belanja bersumber APBD berupa dana studi banding hingga ke luar negeri, entah apa yang mau "dibanding-bandingkan".

Hare gene alokasi dana-dana bersumber APBN dan APBD masih saja bernada sumir, meski belakangan karena pengawasan media dan suara publik akhirnya digagalkan. Ini yang ketahuan dan sempat terendus publik, yang sukses menggondol anggaran publik untuk kepentingan proyek elite, mungkin masih lebih banyak lagi.

Untuk alasan inilah, mumpung di banyak instansi pemerintah (pusat/daerah) masih sedang dilakukan penataan kembali alokasi anggaran publik, saatnya pemulihan anggaran publik yang autentik benar-benar diwujudkan. Tentu tidak hanya anggaran publik dihadirkan dalam jumlah memadai sesuai kebutuhan dan harapan publik, tetapi juga kejujuran dalam hal kualitas anggaran didalamnya.

Yakni anggaran publik yang sebenarnya, untuk menyelesaikan problem publik di berbagai bidang/sektor dan bukan anggaran publik yang menyamar yakni labelnya untuk "menjawab kebutuhan/harapan publik", tetapi sejatinya hanya "atas nama" saja. Karena diakui masih juga banyak ditemukan label anggaran publik tetapi dinikmati hanya oleh elite di berbagai tingkatan.

Halaman
1234

Berita Terkini