OPINI

OPINI Tasroh : Pemulihan Anggaran Publik

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tasroh

Oleh Tasroh, SS, MPA, MSc

PNS di Dinakerkop UKM Banyumas

PANDEMI Covid 19 jika tidak ada aral melintang akan ditetapkan pemerintah sebagai endemik. Itu maknanya covid 19 sudah dianggap sebagai penyakit yang bisa jadi wabah dan tetap berbahaya, tetapi lebih bersifat sporadis, yang akan diperlakukan layaknya penyakit lain seperti Dengue atau TBC dan sejenisnya.

Salah satu gelagat tersebut dibuktikan dengan mulai menurunnya level pandemi Covid 19 dari banyak daerah dan secara nasional juga menunjukkan tanda-tanda/gejala yang makin ringan.

Semoga kondisi demikian tidak menjadikan pemerintah/negara dan semua komponen masyarakat abai dengan Protokol Kesehatan yang selama ini cukup efektif menekan transmisi Covid 19.

Di sektor ekonomi, menurunnya jumlah terkonfirmasi positif Covid 19 juga terlihat mulai geliatnya ekonomi rakyat, segenap pelaku usaha mulai normal menjalankan usahanya demikian pula perilaku pelanggan/konsumen dan warga juga semakin menunjukkan tanda-tanda ke arah penyembuhan menuju kenormalan baru (healing to new economic normal).

Menuju kondisi kenormalan ekonomi baru, tidak hanya mengandalkan geliat usaha rakyat dan kalangan dunia usaha an sich.

Dukungan, peran dan aksi pemerintah adalah mutlak diperlukan. Di antaranya adalah bergegasnya pemerintah melakukan langkah-langkah penganggaran untuk segera menormalkan anggaran-anggaran pemerintah khususnya terkait dengan anggaran-anggaran publik dan pembangunan.

Sayangnya, data yang disampaikan dari Kementerian Keuangan dan Bappenas RI per Mei 2022 justru masih menunjukkan belum signifikannya alokasi anggaran untuk proyek-proyek strategis nasional dan proyek-proyek berdimensi "proyek publik" yang masih wait & see, menunggu kondisi baik dari bencana kesehatan tersebut.

Data Bappenas RI menunjukkan selama Covid 19, setidaknya proyek strtategis nasional senilai Rp 347 triliun "mangkrak" dan sebanyak 764 proyek berdimensi "publik" senilai Rp 265 triliun "ditunda" sampai batas waktu yang tidak menentu.

Akibat penundaan dan "pemangkrakkan" tersebut setidaknya telah merugikan potensi keuntungan ekonomi mancapai Rp 98 triliun per tahun (Sindo, 23/5/2022).

Dana sebesar itu belum termasuk potensi kerugian pada proyek-proyek pembangunan di tingkat pemerintah daerah yang nilainya mencapai Rp 235 triliun lebih.

Aneka kerugian dari penundaan dan pemangkrakkan anggaran bersumber APBN dan APBD tersebut tentu saja harus mulai dikalkulasi sekaligus didesain ulang segera.

Pemangkasan

Karena seperti disampaikan oleh pakar kebijakan Ekonomi, Avilliani (2022), kerugian runtutan tak bisa dihindarkan. Antara lain mengancam agenda pemulihan ekonomi daerah dan nasional.

Halaman
1234

Berita Terkini