TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan izin kepada maskapai untuk menaikkan harga tiket pesawat.
Izin itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No. 142/2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) Yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Dalam beleid tersebut, izin kenaikan tiket mereka berikan dengan memberikan ruang kepada maskapai untuk menaikkan biaya tambahan (surcharge) maksimal 15 persen dari tarif batas atas (TBA) untuk pesawat jet, dan 25 persen bagi pesawat jenis proppeller atau baling-baling.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Nur Isnin Istiartono mengatakan, kebijakan ini perlu ditetapkan agar maskapai memiliki pedoman dalam menerapkan tarif penumpang.
"Secara tertulis, imbauan ini telah kami sampaikan kepada masing-masing direktur utama maskapai nasional, untuk dapat diterapkan di lapangan," ujarnya, dalam keterangan resminya, dikutip Senin (8/8).
Nur Isnin menuturkan, pengenaan biaya tambahan bersifat pilihan atau tidak mandatory bagi maskapai. Kemenhub akan mengevaluasi penerapan biaya tambahan sekurang-kurangnya setiap 3 bulan.
Kemenhub juga mengimbau seluruh badan usaha angkutan udara atau maskapai yang melayani rute penerbangan berjadwal dalam negeri agar menerapkan tarif penumpang yang lebih terjangkau.
"Mari bersama-sama kita saling berkontribusi dan berkolaborasi dalam pemulihan transportasi udara. Khususnya kepada maskapai, agar patuh terhadap ketentuan tarif yang berlaku, dan tetap menjaga kualitas pelayanan yang diberikan sesuai dengan kelompok pelayanan masing-masing," ucapnya.
Terkait dengan imbauan Kemenhub mengenai penerapan harga tiket yang lebih terjangkau bagi masyarakat itu, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menyatakan, pihaknya mengajak seluruh stakeholder untuk memperkuat sinergi.
Menurut dia, penguatan sinergi tersebut penting untuk mengoptimalkan momentum pemulihan industri penerbangan maupun kebangkitan ekonomi nasional dengan terus memperkuat sinergitas dalam memaksimalkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan transportasi udara yang aman dan nyaman.
"Garuda Indonesia melihat imbauan ini sebagai pengingat bagi seluruh pelaku industri layanan transportasi udara untuk menyelaraskan langkah akselerasi kinerja," ujarnya, dalam pernyataan resminya.
Irfan mengungkapkan, Garuda Indonesia tetap menjaga komitmen kepatuhan terhadap aturan bisnis penerbangan, termasuk mengenai penerapan komponen harga tiket mengacu pada ketentuan dan regulasi berlaku, serta secara berkesinambungan terus meningkatkan layanan transportasi udara yang berkualitas bagi masyarakat.
"Kami percaya kesadaran atas pentingnya keselarasan upaya untuk tumbuh dan pulih bersama di tengah situasi pandemi yang berkepanjangan," lanjutnya.
Dia menambahkan, kodisi ini menjadi esensi penting guna memastikan ekosistem industri transportasi udara dapat terus bergerak maju memaksimalkan momentum pemulihan.
"Oleh karenanya, kiranya komitmen ini yang harus terus dijaga oleh seluruh pihak," lanjutnya.
Terkait dengan penerapan kebijakan Kemenhub, KM No. 142/2022 tentang besaran biaya tambahan (surcharge) yang disebabkan adanya fluktuasi bahan bakar (fuel surcharge), Garuda Indonesia akan menyikapi dan menjalankan kebijakan tersebut secara cermat dan seksama.
"Kebijakan tersebut mempertimbangkan fluktuasi harga bahan bakar avtur terhadap kebutuhan penyesuaian harga tiket, yang tentunya dengan tetap mengedepankan pemenuhan kebutuhan masyarakat atas aksesibilitas layanan penerbangan," tegas Irfan.
Maklum
Terpisah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno memaklumi adanya kenaikan TBA pada industri. Terlebih, hal ini disebabkan hantaman pandemi yang belum memulihkan keadaan industri penerbangan dan kenaikan harga avtur.
“Industri penerbangan merupakan industri padat modal, dengan komponen dan biaya operasional yang besar. Ketika dampak dari hantaman pandemi belum 100 persen memulihkan kondisi maskapai, saat ini harus dihadapkan dengan harga avtur yang melonjak. Maka kebijakan fuel surcharge dengan menaikkan harga pesawat dari TBA dapat dimengerti,” tuturnya.
Meski demikian, YLKI memberikan catatan terhadap kenaikan tiket ini. Pertama, pemerintah perlu menjelaskan ke publik mengenai waktu peberlakukan izin menaikkan TBA.
“Dengan demikian konsumen juga memiliki kepastian waktu dan peran kontrol terkait dengan kebijakan ini,” bebernya.
Kedua, perlu ada pengawasan bahkan audit dari pemerintah untuk memastikan bahwa fuel surcharge yang ditentukan tidak dilanggar oleh maskapai.
Selain itu, ia juga meminta agar publik sebagai konsumen dapat diberikan akses untuk turut serta dalam proses pengawasan dan mekanisme pelaporan jika diduga ada pelanggaran.
Ketiga, pemerintah juga perlu mempertimbangkan penghapusan PPN tiket pesawat dan PPN avtur 10 persen, jika tarif tiket pesawat naik dalam tempo waktu yang lama.
“Ini menjadi fair, bukan hanya maskapai saja yang ditekan agar tarifnya turun, tetapi juga peran pemerintah hadir di dalamnya. Konsekuensinya, pendapatan negara dari sektor ini akan berkurang,” papar Agus.
Keempat, kenaikan itu juga harus dibarengi dengan benefit yang diterima konsumen.
“Sejauh ini masalah transportasi udara yang sering diadukan ke YLKI terkait dengan keterlambatan/delay penerbangan pesawat tanpa ada informasi yang jelas, proses refund yang berbelit, rescedule, dan penanganan keterlambatan penerbangan yang tidak sesuai SOP. Masalah itu semua yang harus dibenahi,” tukasnya. (tribun network/har/gun/dod/tribun jateng cetak)