Jadi beberapa waktu lalu juga muncul satu fenomena bahwa perkara Pak FS melibatkan sekian banyak polisi lain, apakah ini semacam solidaritas korps atau apa?
Kalau saya katakan ini bukan semata-mata tidak profesional. Bayangkan bintang satu, bintang dua, ilmunya sudah banyak, pengalaman banyak. Persoalannya mereka yang tidak berwenang merusak TKP.
Jadi mereka memang sengaja merusak. Tujuannya merusak apa, bukan untuk terungkap tetapi menutupi dan supaya menciptakan skenario baru.
Tapi skenario baru ini kalah sama skenario Ilahi, terbongkarnya di mana di Sungai Bahar Jambi. Ini sengaja merusakan tempat kejadian untuk menutup kejadian sebenarnya.
Apakah fenomena ini semata-mata taat kepada atasan atau takut?
Pertama dia jelas takut, kedua kalau saya diancam dicopot jabatan. Namun sebagian besar yang merusak TKP ada yang tidak takut, dia pegang dokumen, itulah yang mengalir keluar.
Kalau dalam dunia intelijen itu, dindingmu bisa bicara Ferdy Sambo, angin membawa berita. Buktinya Pak Mahfud mengeluarkan statement dan itu A1 semua.
Dalam dunia intelijen, A1 itu artinya sumbernya benar, isunya benar, dan akurat. Artinya ada yang masih berpikiran jernih. Nah kemana dia bocorkan. Ya kalau tidak disampaikan ke dalam itu juga bahaya untuk menyelamatkan polri, dan itu bagus terbongkar. Polri ini selamat dari pada disalahgunakan.
Banyak orang bertanya apakah dokter pertama yang memeriksa jenazah Brigadir J tidak masuk dalam kategori obstruction of justice?
Saya ini bukan ahli kedokteran forensik tapi kami diajari walaupun tidak punya sertifikat untuk melakukan otopsi. Kami diajari bahwa jarak tembak sekian, lukanya seperti apa, benda tumpul atau tajam bisa terlihat.
Tapi kami tidak bisa mengeluarkan visum et repertum yang mengatakan bahwa ini peluru, ini karena luka benda tajam.
Saya jujur belum baca hasil visum dari dokter yang pertama itu, saya tidak pernah lihat dan tidak ditunjukkan. Yang patut dipertanyakan ada berapa banyak yang memeriksa visum pertama mayat brigadir J di RS Polri.
Kedua apakah dokter-dokter ini punya sertifikat untuk melakukan otopsi, punya pengalaman apa tidak. Ketiga, katanya otopsi kedua mau keluar. Kalau beda-beda tipis tidak apa-apa tapi kalau hasilnya beda jauh berarti otopsi pertama nggak beres.
Nah yang tidak beres ini kita patut menduga ini diminta, dipaksa atau bagaimana. Makanya saya bilang dokter pertama otopsi itu harus diperiksa. Tapi saya yakin penyidik sudah memeriksa apalagi penyidik ini dari markas besar polri. (Tribun Network/Reynas Abdila)