"Aturannya kerja sampai selesai, kalau banyak ikan lama selesainya jadi pernah kerja bisa 24 jam," papar pria yang sudah 12 tahun menjadi ABK itu.
Ia menambahkan, kondisinya masih beruntung dibandingkan dengan AKP migran lainnya yang nasibnya lebih miris.
"Ada yang kesulitan tak bisa pulang di luar negeri dan gaji tidak dibayar sama sekali," imbuhnya.
Terpisah,SAFE Seas Project Manager, Hari Sadewo mengatakan, pekerja Awak Kapal Perikanan (AKP) memang rentan dieksploitasi.
Berdasarkan data Fisher Center Jateng kurun 2019-2022 terdapat 31 aduan dengan korban total 79 orang.
Melihat lokasi pekerjaan aduan terbagi dua yakni 18 aduan kapal dalam negeri dan 13 kapal luar negeri.
"52 persen aduan sudah kami dapat diselesaikan sisanya masih proses penyelesaian atau kami rujukan," paparnya kepada Tribunjateng.com di kantor Fisher Center Kawasan Pelabuhan Tegalsari, Tegal.
Menurutnya, Fisher Center merupakan lembaga layanan yang tak menyelesaikan persoalan awak kapal perikanan secara langsung melainkan merujukan ke lembaga terkait seperti ke Kementrian Kelautan, Kementrian Ketenagakerjaan dan lembaga terkait lainnya.
"Pengaduan yang paling banyak di dalam negeri adalah masalah upah dan jaminan sosial sehingga terjadi kecelakaan tidak ada asuransi melainkan hanya tali asih," jelasnya. (Iwn)