"Kenapa kita harus bebaskan ODGJ ini dari pemasungan? Ini kita berbicara tentang hak asasi manusia. Bahwa ODGJ juga manusia. Dan ini adalah penyakit yang sebenarnya ini bisa dikelola."
"Tidak harus dengan cara pemasungan. Nah, bagaimana pengobatan-pengobatan, pendampingan-pendampingan, terhadap ODGJ ini penting untuk diketahui masyarakat luas, termasuk keluarganya," katanya.
Hendra mengungkapkan, ini kan sebenarnya tinggal bagaimana mengelolanya saja. Bisa dengan proses obat-obatan dan rehabilitasi.
"Prosesnya ini kan nanti menjadi bagian proses pemilihan terhadap ODGJ, agar bisa kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakatnya," ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar mereka itu bisa hidup bersama di lingkungan masyarakat, di lingkungan keluarganya, secara sehat, secara tepat. Tidak dengan cara pemasungan-pemasungan yang tentunya ini melanggar hak-hak asasi dari ODGJ sebagai manusia.
"Kondisi untuk ODGJ yang barusan dibawa kan kita lihat secara screening atau asesmen awal. Nanti, kita lakukan asesmen lanjutannya, dari sisi kesehatan, sisi psikologis nya juga," ucapnya.
Tapi yang dilihat, ODGJ ini sudah terlalu lama juga dipasung. Bahkan, ada yang sampai belasan tahunan juga.
"Malah ada yang lebih dari sepuluh tahun. Sehingga ada yang sampai tak mampu berkomunikasi, berinteraksi, karena sudah terlalu lama dipasung, Bahkan ada yang pemasungannya secara fisik juga, sehingga ada kekakuan-kekakuan yang untuk aktivitas sudah tidak mampu, bahkan untuk berdiri saja," imbuhnya.
Pihaknya menambahkan, tiga ODGJ ini dibawa dulu ke rumah sakit jiwa untuk dilakukan pemeriksaan. Karena, semua yang dipasung ada masalah fisik juga, selain mentalnya.
Tidak hanya itu, mereka sudah hampir tidak pernah berinteraksi, berkomunikasi. Oleh karenanya dibawa rumah sakit dulu, sampai dengan pemantauan, dan melihat hasil asesmen serta diagnosanya.
"Kemudian ketika memang sudah siap dikembalikan, bisa jadi nanti kita bawa ke Sentra dulu, atau ke panti. Lalu, kita berikan bimbingan lagi untuk bagaimana nanti kalau kembali lagi ke lingkungan masyarakat."
"Yang paling penting yakni bagaimana keluarga kita edukasi. Sebab kalau nanti kita kembalikan lagi ke keluarga, tapi keluarga tidak tahu bagaimana penanganannya, itu bisa kambuh lagi.
Bagaimana misalnya dari psikiater harus ada obat, yang rutin dikonsumsi, misal itu tidak dilakukan oleh keluarga, ya itu bisa kambuh lagi. Karena kan ini tentang gangguan syaraf juga," tambahnya. (Dro)
Baca juga: Gelaran SGIC V 2022, SG Beri Apresiasi Tertinggi kepada Inovator Terbaik Perusahaan
Baca juga: Harga Emas Antam Semarang Hari Ini, Jumat 30 September 2022 Naik Rp 3.000, Ini Daftar Lengkapnya
Baca juga: Polres Karanganyar Salurkan Bantuan Beras 20 Ton Dampak Kenaikan BBM
Baca juga: Gila! Komplotan Pencuri di Sukoharjo Bawa Mobil Pikap untuk Kuras Toko Elektronik yang Mau Buka