TRIBUNJATENG.COM, DENPASAR -- Kisah penderita Bipolar agar bisa hidup normal dan diterima dilingkungan sekitarnya perlu perjuangan tak mudah.
Dengan berbagai hambatan dirasakan si penderita, khususnya hambatan dari dalam diri sendiri.
Belum lagi hambatan dari luar seperti lingkungan hingga orang terdekatnya.
Seperti dialami sebut saja Bela ini yang pada awal tahun 2020 telah memberanikan diri untuk kembali datang ke Psikiater.
Bukan tanpa sebab, Bela wanita berusia 26 Tahun ini memang sempat merasakan ada yang tidak beres didalam mentalnya.
“Aku merasa diriku udah ‘gak’ baik-baik saja, sudah mengganggu aktifitas sehari-hari bahkan ‘gak’ ada niat untuk fokus menjalani ke depan,
Mulai menarik diri dari sosial, mulai mimpi buruk, tidak nafsu makan hingga akhirnya aku datang ke Psikiater yang ada di tengah Kota Denpasar,” katanya pada, Senin 10 Oktober 2022.
Di Tahun 2020 itu awal mula Pandemi Covid-19 merebak.
Sehingga membuatnya harus berkonsultasi secara online dengan Psikiater tersebut.
Banyak hal yang ia katakan pada Psikiater tersebut mulai dari sejak kapan perasaan tidak tenang ini muncul hingga apa yang Bela lakukan sehari-hari.
Hingga akhirnya Bella pun disarankan untuk mengonsumsi obat dan mengambil resepnya di Apotek. Dan disana ia telah didiagnosa mengidap F26 yakni skizofrenia paranoid.
“Aku diberi obat ada 3 macam, dan tiap 8 jam sekali aku harus minum. Sebenernya gangguan mental ini sudah sejak Tahun 2010, dan sudah ‘gak’ ke dokter karena merasa diri ini sudah baik,” tambahnya.
Gangguan mentalnya ini kembalu kambuh pada Tahun 2020.
Bela mengatakan kebetulan saat itu ia sedang dihadapkan dengan masalah keluarga hingga dirumahkan dari pekerjaannya.
Dengan kondisi serba pas-pasan, Bela pun memutuskan untuk menghentikan konsultasi dengan Psikiater tersebut setelah dua kali ke kliniknya karena biayanya yang cukup menguras kantong sementara ia sendiri sudah tak memiliki pekerjaan yang tetap.
“Akhirnya aku cari-cari info ternyata bisa pakai BPJS (kesehatan), akhirnya aku ganti dokter ke salah satu Rumah Sakit di Denpasar sampai sekarang,” imbuhnya.
Namun saat ia kembali berobat, gejala sakit mentalnya sudah berbeda.
Hingga akhirnya ia menjalani terapi dengan diagnosa F31 atau bipolar affective disorder.
Selama menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat, Bela tidak dikenai biaya konsultasi dan pembelian obat. Dan ia diberikan 3 macam obat serta melakukan konsultasi selama seminggu sekali.
Ketika melakukan konsultasi, biasanya dokter menanyakan bagaimana kenyamanan saat beristirahat seperti tidur, apa yang Bela lakukan saat ini, serta menyarankan untuk berafirmasi positif.
“Ya lebih ke ngobrol lalu di berikan obat yang sesuai dengan permasalahan yang kita alami (biasanya ada dosis yang dikurangi atau di tambah bila dirasa perlu),” sambungnya.
Mengetahui anaknya mengidap gangguan mental, tentunya membuat orangtua Bela terkejut.
Dan memikirkan solusi agar Bela dapat sehat kembali.
Sementara untuk teman-teman dan lingkungannya dikatakan Bela menuai beragam rekasi pro dan kontra.
“Ada yang mau menerima, ada yang bilang paling aku ini kecapekan aja, di mbilang kurang bersyukur, disuruh kencengin ibadahnya kurang lebih gitu.
Malah ada yang jadiin sakit ku ini jadi kelemahanku, padahal aku bisa mengerjakan semuanya,” paparnya.
Untuk saat ini Bela mengatakan lebih berdamai saja dengan keadaan tanpa melawan.
Dan kini Bela lebih sering mencari bagaimana letak kenyamanan untuk dirinya.
Biasanya ia membaca buku tentang kesehatan mental atau lainnya, memasak, menggambar dan menulis.
Menurut Bela pengobatan para gangguan mental sangat penting dilakukan, karena setelah beberapa kali menemukan problem, serta ketika merasa diri bergejala yang sama akhirnya memutuskan sendiri jika mengidap bipolar juga.
Dan hal tersebut merupakan self diagnos yang buruk.
Padahal, kata Bela gejala setiap orang berbeda-beda.
“Ya dihari kesehatan mental dunia ini, aku sangat berterima kasih untuk diriku dan orang-orang terdekat sekitarku yang mau sama-sama berjuang sampai sekarang.
Naik turun kondisiku, aku bisa melewatinya. Mau mengerti di segala kondisi, aku berharap orang-orang juga lebih peduli dan peka ketika udah gak baik-baik saja bisa langsung datang ke yang lebih professional bisa Psikolog atau Psikiater.
Karena kebanyakan mereka lebih self diagnosa gitu. Apalagi sekarang segala informasi tentang kesehatan mental, gangguan mental sudah cukup mudah dijangkau,” tutupnya. (*)
berita bali viral
Berita Bali
Bipolar
kesehatan mental
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Sering Dapat Cemooh, Begini Perjuangan Pengidap Bipolar untuk Lanjutkan Hidup